Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi
Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi - Artikel psikologi kali ini akan membahas tentang pengenalan Tes Bakat, Minat dan Prestasi sebagai bagian dari pengukuran psikologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan dasar-dasar tes bakat, minat dan prestasi.
PENGANTAR
Ungkapan-ungkapan di atas merupakan ilustrasi mengenai mengenai konsep bakat, minat dan prestasi. Bakat, minat dan prestasi merupakan konsep yang berbeda, namun saling menunjang satu sama lain. Bakat yang didasari oleh minat dapat menghasilkan prestasi yang optimal. Berikut ini akan dibahas mengenai tes bakat, minat dan prestasi yang akan dipelajari di dalam mata kuliah ini.
Tes Bakat (Aptitude Test)
Secara umum, bakat (aptitude) dapat diartikan sebagai potensi seseorang untuk berprestasi. Hal ini berarti bahwa seseorang yang menunjukkan bakat tertentu melalui kemampuan actual yang terukur, yang mengidikasikan apa yang telah ia lakukan dengan penuh keyakinan, dengan perkiraan performa mereka akan semakin meningkat dengan adanya pelatihan. Dengan demikian, di dalam tes bakat secara tidak langsung terkandung pula tes performance dan interest (kinerja dan minat), yang dapat mempresiksi prestasi di masa datang (making prediction about future achievements)
Kemunculan tes bakat tidak terlepas dari sejarah perkembangan tes inteligensi. Meskipun tes inteligensi pada awalnya dirancang untuk mengukur berbagai fungsi dalam rangka memperkirakan tingkat intelektual umum individu, namun jelaslah bahwa tes-tes semacam itu agak terbatas cakupannya. Tidak semua fungsi penting terwakili disana. Kebanyakan tes inteligensi merupakan ukuran kemampuan verbal, dan dalam arti yang lebih sempit, kemampuan menangani hubungan-hubungan numerik, hubungan abstrak dan simbolis. Perlahan-lahan para psikolog menyadari bahwa istilah inteligensi adalah nama yang keliru, karena hanya aspek tertentu dari inteligensi yang diukur oleh tes-tes tersebut.
Bisa dipastikan tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang amat penting dalam budaya yang menjadi konteks rancangan tes. Namun bagi peruntukkan yang lebih tepat, dilihat dari segi jenis informasi yang hendak didapat tes-tes ini akan lebih disukai. Contohnya sejumlah tes yang mungkin akan disebut tes inteligensi selama tahun 1920-an, selanjutnya akan dikenal sebagai tes bakat sekolah. Pergeseran istilah ini terjadi ketika orang mengalami kenyataan bahwa tes yang sebenarnya disebut tes inteligensi sebenarnya mengukur kombinasi kemampuan yang dituntut dan didorong oleh penelitian akademik.
Sebelum Perang Dunia I, para psikolog telah mulai mengakui perlunya tes bakat khusus untuk melengkapi tes-tes inteligensi global. Tes bakat khusus ini dikembangkan secara khusus untuk digunakan di dalam konseling pekerjaan, seleksi dan klasifikasi personel industri dan militer. Di antara tes-tes yang digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal dan artistik.
Evaluasi kritis atas tes inteligensi berikutnya adalah kinerja individu pada berbagai bagian tes menunjukkan variasi yang cukup besar. Hal ini tampak jelas pada tes-tes kelompok, dengan soal-soal yang umumnya dipilah-pilah menjadi subtes yang isinya relative homogen. Sebagai contoh, seseorang dapat mendapat skor tinggi pada subtes verbal dan skor yang rendah pada subtes numerical, atau sebaliknya. Variabilitas internal semacam ini juga ditangkap pada tes seperti Stanford-Binet, yang ada di dalamnya, misalnya, semua soal yang menggunakan kata-kata terbukti sulit untuk individu tertentu, sementara soal-soal yang menggunakan gambar atau bentuk geometris bisa memberikan keuntungan baginya.
Para pengguna tes ini, terutama psikolog klinis, sering memanfaatkan perbedaan tersebut dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai kondisi psikologis individu. Jadi, tidak hanya IQ atau skor global, melainkan juga kinerja pada kelompok soal atau subtes tertentu yang akan diperiksa dalam mengevaluasi masing-masing kasus. Akan tetapi, praktek semacam ini harusnya tidak direkomendasikan secara umum, karena tes-tes inteligensi tidak dirancang untuk menganalisis bakat yang berbeda-beda. Kerap semua subtes yang dibandingkan mengandung terlalu sedikit soal sehingga tidak memungkinkan memperoleh perkiraan yang stabil atau dapat diandalkan tentang kemampuan tertentu. Akibatnya, perbedaan yang diperoleh antara skor-skor subtes akan sangat terlihat jika individu di tes ulang pada hari yang berbeda atau dengan tes yang sama namun dalam bentuk lain. Oleh karena itu,diperlukan tes yang dirancang khusus untuk menyingkap perbedaan-perbedaan kinerja pada berbagai fungsi.
Aplikasi praktis atas sejumlah tes menunjukkan perlunya tes multibakat (multiple aptitude test). Hal ini didukung oleh perkembangan penelitian terhadap penggolongan sifat kepribadian (trait organization). Telaah statistic tentang hakikat inteligensi telah menyelidiki hubungan antara skor yang diraih oleh banyak orang pada tes yang berbeda. Penyelidikan seperti ini dimulai oleh psikolog Inggris Charles Spearman (1904, 1927) selama dasawarsa pertama abad ke-20. Perkembangan metodologis selanjutnya yang didasarkan pada penelitian para psikolog Amerika seperti T.L Kelly (1928) dan LL. Thurstone (1938, 1947b), dan juga pada karya peneliti Amerika dan Inggris lainnya, yang dikenal sebagai analisis faktor.
Salah satu hasil praktis yang paling utama dari analisis faktor adalah perkembangan kumpulan tes multibakat (multiple aptitude batteries). Semua kumpulan tes ini dirancang untuk mampu mengukur keberadaan seseorang menurut masing-masing dari kelompok sifat. Sebagai ganti skor total atau IQ, skor yang dipisah diperoleh atas sifat atau ciri seperti pemahaman verbal, bakal numerikal, visualisasi spasial, penalaran aritmatik dan kecepatan perceptual. Dengan demikian, kumpulan tes tersebut menjadi instrument yang sesuai untuk melakukan analisis intra-individu, atau diagnosis diferensial, yang ingin didapatkan oleh pengguna tes selama bertahun-tahun. Kumpulan tes ini juga memasukkan banyak informasi yang sebelumnya diperoleh dari tes-tes bakat khusus ke dalam program tes yang komprehensif dan sistematik, karena kumpulan tes multibakat mencakup sejumlah faktor yang biasanya tidak termuat dalam tes inteligensi.
Kumpulan tes multibakat mengalami perkembangan yang relatif terlambat dalam bidang pengetesan. Hampir semua pengetesan muncul sejak tahun 1945. Dalam kaitan ini, karya penelitian para psikolog militer selama perang dunia II harus diperhatikan. Banyak riset tes yang dilakukan dalam angkatan bersenjata yang didasari oleh analisis faktor dan diarahkan pada kumpulan tes multibakat. Pada Angkatan Udara, misalnya tes khusus disusun untuk pilot, pembom, operator radio, penemu jarak dan spesialisasi militer lainnya. Sejumlah kumpulan tes multibakat juga dikembangkan untuk penggunaan sipil dan diterapkan secara luas dalam konseling pendidikan dan pekerjaan serta dalam klasifikasi personel.
Pada artikel ini, selain akan dibahas mengenai tes multibakat, akan dipelajari pula tes bakat yang sifatnya single test. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Jenis single test
2. Jenis multiple battery test
Tes Minat (Interest Inventory)
Menurut Dictionary of Psychology (Reber, 1985), minat diartikan sebagai kesukaan, perhatian, keingintahuan, keterarahan tujuan, motivasi, focus. Hakekatnya minat (dan juga sikap) merupakan aspek penting dari kepribadian. Minat akan mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapat seseorang dari aktivitas waktu luang dan fase-fase utama lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Interest inventory atau inventori/tes minat merupakan instrumen yang didesain untuk mengevaluasi minat atau preferensi seseorang terhadap berbagai bidang atau aktivitas. Sebagian besar inventori minat dirancang untuk menaksir minat individu terhadap bidang pekerjaan. Sejumlah inventori juga memberikan analisis minat dalam kurikulum pendidikan atau bidang studi, yang nantinya terkait dengan keputusan karier. Meskipun frekuensi penggunaan tes dalam konseling masih cukup stabil sejak tahun 1950-an, penggunaan tes minat telah relatif meningkat dibandingkan tes kepribadian (Zytowski & Warman, 1982). Inventori yang belakangan dikembangkan atau direvisi mencerminkan perubahan dalam konseling karier. Salah satu perubahan ini berkaitan dengan meningkatnya penekanan pada eksplorasi-diri (self-exploration). Semakin banyak instrumen memberikan kesempatan bagi individu untuk mempelajari hasil-hasil tes terinci dan menghubungkannya dengan informasi pekerjaan serta data lain tentang kualifikasi dan pengalaman pribadi.
Perubahan kedua terkait dengan sasaran pengukuran minat. Dewasa ini, ada lebih banyak penekanan pada perluasan pilihan karier yang terbuka bagi individu. Jadi inventori minat digunakan untuk medekatkan individu dengan pekerjaan yang cocok, yang mungkin jika tidak diperkenalkan, maka tidak akan dipertimbangkan oleh individu tersebut.
Perubahan ketiga terkait dengan perluasan pilihan–pilihan karier ini. Perubahan ini terjadi sebagai bentuk keprihatinan tentang keadilan terhadap jenis kelamin (sex fairness). Secara umum, inventori minat membandingkan minat yang diungkapkan seorang individu dengan minat orang-orang pada umumnya dalam pekerjaan yang berbeda. Jika ada kesenjangan yang besar dalam proporsi pria dan wanita pada sejumlah pekerjaan, misalnya seperti teknik atau keperawatan, perbedaan ini akan mempengaruhi interpretasi hasil-hasil yang didapatkan oleh pria dan wanita pada inventori minat. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan untuk mengurangi bias gender ini. Salah satunya adalah penghapusan bias jenis kelamin dalam perumusan butir-butir soal inventori. Cara lainnya adalah menyeimbangkan isi soal secara rata dalam sosialisasi jenis kelamin dan menyediakan norma-norma paling pas untuk tiap kelompok jenis kelamin pada skala-skala inventori.
Di antara banyak inventori minat yang tersedia dewasa ini, maka pembahasan tes inventori minat akan difokuskan pada 3 tes,yaitu :
Tes Prestasi (Achievement Test)
Ketika para psikolog sibuk mengembangkan tes inteligensi dan tes bakat, ujian sekolah tradisional mengalami sejumlah perubahan teknis (O.W Caldwell & Courtis, 1923; Ebel & Damrin, 1960). Salah satu langkah penting ke arah ini dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri di Boston pada tahun 1845, ketika ujian tertulis menggantikan ujian lisan terhadap para siswa oleh para penguji yang datang ke sekolah tersebut. Argumen-argumen yang ditawarkan pada waktu itu untuk mendukung inovasi tersebut adalah bahwa ujian tertulis menempatkan semua siswa pada situasi seragam, yang memungkinkan cakupan isi yang lebih luas, mengurangi unsur peluang atas pilihan pertanyaan yang akan diberikan oleh penguji dan menyingkirkan kemungkinan pilih kasih oleh penguji. Semua argumen ini memiliki lingkaran yang terdengar akrab di telinga banyak orang, karena di kemudian hari argumen ini digunakan untuk membenarkan penggantian pertanyaan-pertanyaan esai dengan soal pilihan ganda yang objektif.
Setelah peralihan abad ini, tes standar pertama untuk mengukur hasil pengajaran sekolah mulai muncul. Dipelopori oleh karya E.L Thorndike, tes-tes ini memakai prinsip-prinsip pengukuran yang dikembangkan dalam laboratorium psikologi. Contoh-contohnya mencakup skala untuk penentuan peringkat kualitas tulisan tangan dan karangan tertulis, tes pengejaan, perhitungan aritmetik, dan penalaran aritmetik. Baru kemudian datanglah kumpulan tes prestasi, yang diprakarsai oleh publikasi edisi pertama Stanford Achievement Test pada tahun 1923. Para penyusunnya adalah 3 pelopor awal perkembangan tes : Truman L.Kelly, Giles M. Ruchdan Lewis M. Terman. Sebagai syarat atas munculnya banyak karakteristik tes modern, kumpulan tes ini memberikan ukuran kinerja yang dapat dibandingkan dalam berbagai mata pelajaran sekolah, yang dievaluasi berdasarkan kelompok normatif tunggal.
Pada saat yang sama, bukti terkumpul mengenai tidak adanya kesepakatan dikalangan guru-guru dalam menilai tes-tes esai. Pada tahun 1930, muncul pemikiran bahwa tes-tes esai tidak hanya menghabiskan waktu lebih banyak bagi para guru dan siswa, melainkan juga mencapai hasil yang kurang dapat diandalkan dibandingkan soal-soal objektif “jenis baru”. Ketika soal-soal objektif ini semakin banyak digunakan dalam tes-tes prestasi standar, ada penekanan yang semakin kuat pada soal-soal untuk menguji pemahaman dan penerapan pengetahuan, serta sasaran pendidikan lebih luas lainnya. Dasawarsa 1930-an juga merupakan awal munculnya mesin-mesin yang bisa memberikan skor pada tes, sehingga tes-tes objektif “jenis baru” dapat segera diadaptasikan.
Penyusunan program tes nasional, regional dan negara bagian adalah perkembangan parallel lain yang patut dicatat. Selain itu, penggunaan tes prestasi (achievement test) semakin meluas, antara lain untuk menyeleksi calon karyawan di bidang industri dan pemerintahan. Tes prestasi dalam bidang pendidikan, dapat kita ambil contoh seperti tes standar kelulusan pada masing-masing tingkat sekolah, seperti Ujian Akhir Nasional.
Ketika semakin banyak psikolog yang focus pada psikometri berpartisipasi dalam menyusun tes-tes prestasi standar, aspek-aspek teknis tes prestasi semakin menyamai aspek teknik tes inteligensi dan tes bakat. Prosedur untuk menyusun dan mengevaluasi semua tes ini memiliki banyak kesamaan. Peningkatan upaya untuk mempersiapkan tes prestasi yang akan mengukur pencapaian sasaran pendidikan yang luas, juga membuat isi tes prestasi lebih menyerupai tes inteligensi. Pada masa sekarang perbedaan antara dua jenis tes ini pada dasarnya terletak pada tingkat kekhususan isi dan sejauh mana tes itu mengandalkan instruksi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sekian artikel Blog Psikologi tentang Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
PENGANTAR
“Richie Sambora adalah seorang gitaris yang berbakat.“
“Agus tampaknya berbakat dalam bidang matematika. Nilai matematika-nya selalu di atas 8.”
“Saya ingin tahu apa bakat anak saya, apakah lebih cocok ke IPA atau IPS”.
Ungkapan-ungkapan di atas merupakan ilustrasi mengenai mengenai konsep bakat, minat dan prestasi. Bakat, minat dan prestasi merupakan konsep yang berbeda, namun saling menunjang satu sama lain. Bakat yang didasari oleh minat dapat menghasilkan prestasi yang optimal. Berikut ini akan dibahas mengenai tes bakat, minat dan prestasi yang akan dipelajari di dalam mata kuliah ini.
![]() |
image source: |
baca juga: Pengertian Tes Minat dan Bakat Menurut Para Ahli Beserta Contoh
Tes Bakat (Aptitude Test)
Secara umum, bakat (aptitude) dapat diartikan sebagai potensi seseorang untuk berprestasi. Hal ini berarti bahwa seseorang yang menunjukkan bakat tertentu melalui kemampuan actual yang terukur, yang mengidikasikan apa yang telah ia lakukan dengan penuh keyakinan, dengan perkiraan performa mereka akan semakin meningkat dengan adanya pelatihan. Dengan demikian, di dalam tes bakat secara tidak langsung terkandung pula tes performance dan interest (kinerja dan minat), yang dapat mempresiksi prestasi di masa datang (making prediction about future achievements)
Kemunculan tes bakat tidak terlepas dari sejarah perkembangan tes inteligensi. Meskipun tes inteligensi pada awalnya dirancang untuk mengukur berbagai fungsi dalam rangka memperkirakan tingkat intelektual umum individu, namun jelaslah bahwa tes-tes semacam itu agak terbatas cakupannya. Tidak semua fungsi penting terwakili disana. Kebanyakan tes inteligensi merupakan ukuran kemampuan verbal, dan dalam arti yang lebih sempit, kemampuan menangani hubungan-hubungan numerik, hubungan abstrak dan simbolis. Perlahan-lahan para psikolog menyadari bahwa istilah inteligensi adalah nama yang keliru, karena hanya aspek tertentu dari inteligensi yang diukur oleh tes-tes tersebut.
Bisa dipastikan tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang amat penting dalam budaya yang menjadi konteks rancangan tes. Namun bagi peruntukkan yang lebih tepat, dilihat dari segi jenis informasi yang hendak didapat tes-tes ini akan lebih disukai. Contohnya sejumlah tes yang mungkin akan disebut tes inteligensi selama tahun 1920-an, selanjutnya akan dikenal sebagai tes bakat sekolah. Pergeseran istilah ini terjadi ketika orang mengalami kenyataan bahwa tes yang sebenarnya disebut tes inteligensi sebenarnya mengukur kombinasi kemampuan yang dituntut dan didorong oleh penelitian akademik.
Sebelum Perang Dunia I, para psikolog telah mulai mengakui perlunya tes bakat khusus untuk melengkapi tes-tes inteligensi global. Tes bakat khusus ini dikembangkan secara khusus untuk digunakan di dalam konseling pekerjaan, seleksi dan klasifikasi personel industri dan militer. Di antara tes-tes yang digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal dan artistik.
Evaluasi kritis atas tes inteligensi berikutnya adalah kinerja individu pada berbagai bagian tes menunjukkan variasi yang cukup besar. Hal ini tampak jelas pada tes-tes kelompok, dengan soal-soal yang umumnya dipilah-pilah menjadi subtes yang isinya relative homogen. Sebagai contoh, seseorang dapat mendapat skor tinggi pada subtes verbal dan skor yang rendah pada subtes numerical, atau sebaliknya. Variabilitas internal semacam ini juga ditangkap pada tes seperti Stanford-Binet, yang ada di dalamnya, misalnya, semua soal yang menggunakan kata-kata terbukti sulit untuk individu tertentu, sementara soal-soal yang menggunakan gambar atau bentuk geometris bisa memberikan keuntungan baginya.
Para pengguna tes ini, terutama psikolog klinis, sering memanfaatkan perbedaan tersebut dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai kondisi psikologis individu. Jadi, tidak hanya IQ atau skor global, melainkan juga kinerja pada kelompok soal atau subtes tertentu yang akan diperiksa dalam mengevaluasi masing-masing kasus. Akan tetapi, praktek semacam ini harusnya tidak direkomendasikan secara umum, karena tes-tes inteligensi tidak dirancang untuk menganalisis bakat yang berbeda-beda. Kerap semua subtes yang dibandingkan mengandung terlalu sedikit soal sehingga tidak memungkinkan memperoleh perkiraan yang stabil atau dapat diandalkan tentang kemampuan tertentu. Akibatnya, perbedaan yang diperoleh antara skor-skor subtes akan sangat terlihat jika individu di tes ulang pada hari yang berbeda atau dengan tes yang sama namun dalam bentuk lain. Oleh karena itu,diperlukan tes yang dirancang khusus untuk menyingkap perbedaan-perbedaan kinerja pada berbagai fungsi.
Aplikasi praktis atas sejumlah tes menunjukkan perlunya tes multibakat (multiple aptitude test). Hal ini didukung oleh perkembangan penelitian terhadap penggolongan sifat kepribadian (trait organization). Telaah statistic tentang hakikat inteligensi telah menyelidiki hubungan antara skor yang diraih oleh banyak orang pada tes yang berbeda. Penyelidikan seperti ini dimulai oleh psikolog Inggris Charles Spearman (1904, 1927) selama dasawarsa pertama abad ke-20. Perkembangan metodologis selanjutnya yang didasarkan pada penelitian para psikolog Amerika seperti T.L Kelly (1928) dan LL. Thurstone (1938, 1947b), dan juga pada karya peneliti Amerika dan Inggris lainnya, yang dikenal sebagai analisis faktor.
Salah satu hasil praktis yang paling utama dari analisis faktor adalah perkembangan kumpulan tes multibakat (multiple aptitude batteries). Semua kumpulan tes ini dirancang untuk mampu mengukur keberadaan seseorang menurut masing-masing dari kelompok sifat. Sebagai ganti skor total atau IQ, skor yang dipisah diperoleh atas sifat atau ciri seperti pemahaman verbal, bakal numerikal, visualisasi spasial, penalaran aritmatik dan kecepatan perceptual. Dengan demikian, kumpulan tes tersebut menjadi instrument yang sesuai untuk melakukan analisis intra-individu, atau diagnosis diferensial, yang ingin didapatkan oleh pengguna tes selama bertahun-tahun. Kumpulan tes ini juga memasukkan banyak informasi yang sebelumnya diperoleh dari tes-tes bakat khusus ke dalam program tes yang komprehensif dan sistematik, karena kumpulan tes multibakat mencakup sejumlah faktor yang biasanya tidak termuat dalam tes inteligensi.
Kumpulan tes multibakat mengalami perkembangan yang relatif terlambat dalam bidang pengetesan. Hampir semua pengetesan muncul sejak tahun 1945. Dalam kaitan ini, karya penelitian para psikolog militer selama perang dunia II harus diperhatikan. Banyak riset tes yang dilakukan dalam angkatan bersenjata yang didasari oleh analisis faktor dan diarahkan pada kumpulan tes multibakat. Pada Angkatan Udara, misalnya tes khusus disusun untuk pilot, pembom, operator radio, penemu jarak dan spesialisasi militer lainnya. Sejumlah kumpulan tes multibakat juga dikembangkan untuk penggunaan sipil dan diterapkan secara luas dalam konseling pendidikan dan pekerjaan serta dalam klasifikasi personel.
Pada artikel ini, selain akan dibahas mengenai tes multibakat, akan dipelajari pula tes bakat yang sifatnya single test. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Jenis single test
- Tes Kraeplin
2. Jenis multiple battery test
- Differential Aptitude Test (DAT)
- General Aptitude Test Battery (GATB)
- Flanagan Aptitude Classification Test (FACT)
- Tes Adkudag (Administrasi Keuangan dan Perdagangan)
Tes Minat (Interest Inventory)
Menurut Dictionary of Psychology (Reber, 1985), minat diartikan sebagai kesukaan, perhatian, keingintahuan, keterarahan tujuan, motivasi, focus. Hakekatnya minat (dan juga sikap) merupakan aspek penting dari kepribadian. Minat akan mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapat seseorang dari aktivitas waktu luang dan fase-fase utama lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Interest inventory atau inventori/tes minat merupakan instrumen yang didesain untuk mengevaluasi minat atau preferensi seseorang terhadap berbagai bidang atau aktivitas. Sebagian besar inventori minat dirancang untuk menaksir minat individu terhadap bidang pekerjaan. Sejumlah inventori juga memberikan analisis minat dalam kurikulum pendidikan atau bidang studi, yang nantinya terkait dengan keputusan karier. Meskipun frekuensi penggunaan tes dalam konseling masih cukup stabil sejak tahun 1950-an, penggunaan tes minat telah relatif meningkat dibandingkan tes kepribadian (Zytowski & Warman, 1982). Inventori yang belakangan dikembangkan atau direvisi mencerminkan perubahan dalam konseling karier. Salah satu perubahan ini berkaitan dengan meningkatnya penekanan pada eksplorasi-diri (self-exploration). Semakin banyak instrumen memberikan kesempatan bagi individu untuk mempelajari hasil-hasil tes terinci dan menghubungkannya dengan informasi pekerjaan serta data lain tentang kualifikasi dan pengalaman pribadi.
Perubahan kedua terkait dengan sasaran pengukuran minat. Dewasa ini, ada lebih banyak penekanan pada perluasan pilihan karier yang terbuka bagi individu. Jadi inventori minat digunakan untuk medekatkan individu dengan pekerjaan yang cocok, yang mungkin jika tidak diperkenalkan, maka tidak akan dipertimbangkan oleh individu tersebut.
Perubahan ketiga terkait dengan perluasan pilihan–pilihan karier ini. Perubahan ini terjadi sebagai bentuk keprihatinan tentang keadilan terhadap jenis kelamin (sex fairness). Secara umum, inventori minat membandingkan minat yang diungkapkan seorang individu dengan minat orang-orang pada umumnya dalam pekerjaan yang berbeda. Jika ada kesenjangan yang besar dalam proporsi pria dan wanita pada sejumlah pekerjaan, misalnya seperti teknik atau keperawatan, perbedaan ini akan mempengaruhi interpretasi hasil-hasil yang didapatkan oleh pria dan wanita pada inventori minat. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan untuk mengurangi bias gender ini. Salah satunya adalah penghapusan bias jenis kelamin dalam perumusan butir-butir soal inventori. Cara lainnya adalah menyeimbangkan isi soal secara rata dalam sosialisasi jenis kelamin dan menyediakan norma-norma paling pas untuk tiap kelompok jenis kelamin pada skala-skala inventori.
Di antara banyak inventori minat yang tersedia dewasa ini, maka pembahasan tes inventori minat akan difokuskan pada 3 tes,yaitu :
- Rothwell-Miller Interest Blank (RMIB)
- Kuder Preference Record – Vocational
- Self-Directed Search (Holland)
Tes Prestasi (Achievement Test)
Ketika para psikolog sibuk mengembangkan tes inteligensi dan tes bakat, ujian sekolah tradisional mengalami sejumlah perubahan teknis (O.W Caldwell & Courtis, 1923; Ebel & Damrin, 1960). Salah satu langkah penting ke arah ini dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri di Boston pada tahun 1845, ketika ujian tertulis menggantikan ujian lisan terhadap para siswa oleh para penguji yang datang ke sekolah tersebut. Argumen-argumen yang ditawarkan pada waktu itu untuk mendukung inovasi tersebut adalah bahwa ujian tertulis menempatkan semua siswa pada situasi seragam, yang memungkinkan cakupan isi yang lebih luas, mengurangi unsur peluang atas pilihan pertanyaan yang akan diberikan oleh penguji dan menyingkirkan kemungkinan pilih kasih oleh penguji. Semua argumen ini memiliki lingkaran yang terdengar akrab di telinga banyak orang, karena di kemudian hari argumen ini digunakan untuk membenarkan penggantian pertanyaan-pertanyaan esai dengan soal pilihan ganda yang objektif.
Setelah peralihan abad ini, tes standar pertama untuk mengukur hasil pengajaran sekolah mulai muncul. Dipelopori oleh karya E.L Thorndike, tes-tes ini memakai prinsip-prinsip pengukuran yang dikembangkan dalam laboratorium psikologi. Contoh-contohnya mencakup skala untuk penentuan peringkat kualitas tulisan tangan dan karangan tertulis, tes pengejaan, perhitungan aritmetik, dan penalaran aritmetik. Baru kemudian datanglah kumpulan tes prestasi, yang diprakarsai oleh publikasi edisi pertama Stanford Achievement Test pada tahun 1923. Para penyusunnya adalah 3 pelopor awal perkembangan tes : Truman L.Kelly, Giles M. Ruchdan Lewis M. Terman. Sebagai syarat atas munculnya banyak karakteristik tes modern, kumpulan tes ini memberikan ukuran kinerja yang dapat dibandingkan dalam berbagai mata pelajaran sekolah, yang dievaluasi berdasarkan kelompok normatif tunggal.
Pada saat yang sama, bukti terkumpul mengenai tidak adanya kesepakatan dikalangan guru-guru dalam menilai tes-tes esai. Pada tahun 1930, muncul pemikiran bahwa tes-tes esai tidak hanya menghabiskan waktu lebih banyak bagi para guru dan siswa, melainkan juga mencapai hasil yang kurang dapat diandalkan dibandingkan soal-soal objektif “jenis baru”. Ketika soal-soal objektif ini semakin banyak digunakan dalam tes-tes prestasi standar, ada penekanan yang semakin kuat pada soal-soal untuk menguji pemahaman dan penerapan pengetahuan, serta sasaran pendidikan lebih luas lainnya. Dasawarsa 1930-an juga merupakan awal munculnya mesin-mesin yang bisa memberikan skor pada tes, sehingga tes-tes objektif “jenis baru” dapat segera diadaptasikan.
Penyusunan program tes nasional, regional dan negara bagian adalah perkembangan parallel lain yang patut dicatat. Selain itu, penggunaan tes prestasi (achievement test) semakin meluas, antara lain untuk menyeleksi calon karyawan di bidang industri dan pemerintahan. Tes prestasi dalam bidang pendidikan, dapat kita ambil contoh seperti tes standar kelulusan pada masing-masing tingkat sekolah, seperti Ujian Akhir Nasional.
Ketika semakin banyak psikolog yang focus pada psikometri berpartisipasi dalam menyusun tes-tes prestasi standar, aspek-aspek teknis tes prestasi semakin menyamai aspek teknik tes inteligensi dan tes bakat. Prosedur untuk menyusun dan mengevaluasi semua tes ini memiliki banyak kesamaan. Peningkatan upaya untuk mempersiapkan tes prestasi yang akan mengukur pencapaian sasaran pendidikan yang luas, juga membuat isi tes prestasi lebih menyerupai tes inteligensi. Pada masa sekarang perbedaan antara dua jenis tes ini pada dasarnya terletak pada tingkat kekhususan isi dan sejauh mana tes itu mengandalkan instruksi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sekian artikel Blog Psikologi tentang Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
- Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
- Gregory, Robert J. 2000. Psychological Testing: History, Principles and Aplication, 3rd edition. Allyn and Bacon.
- Reber, Arthur S. 1985. The Penguin Dictionary of Psychology. Penguin Reference.
Open Comments
Close Comments