Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi
Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi - Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyebab mengapa orang memiliki perilaku, pikiran dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh dan umumnya merusak diri sendiri
Mendefinisikan perilaku abnormal bukanlah pekerjaan yang mudah. Perilaku abnormal tidaklah cukup dipandang dari satu karakter tunggal. Berikut adalah beberapa karakteristik untuk mendefinisikan perilaku abnormal (Davidson, 2006):
1. Kejarangan Statistik
Salah satu perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal atau kurva berbentuk lonceng menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.
Walaupun beberapa perilaku atau karakteristik yang jarang terjadi yang terdapat pada orang-orang tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang abnormal, dalam beberapa kasus tidak terdapat hubungan sama sekali. Memiliki kemampuan atletik yang hebat merupakan sesuatu yang jarang terjadi, namun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari psikologi abnormal. Orang yang memiliki IQ tinggi (idiot savant) juga dikategorikan sebagai abnormalitas. Komponen statistic hanya memberikan sedikit panduan bagi kita dalam menentukan perilaku mana yang jarang terjadi yang harus dipelajari para psikopatolog.
2. Pelanggaran Norma
Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang mengamatinya. Namun ada keterbatasan juga dalam kriteria ini karena keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma social dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.
3. Distress Pribadi
Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Distress pribadi jelas sesuai dengan banyak bentuk abnormalitas (misal orang-orang yang mengalami gangguan anxietas dan depresi benar-benar sangat menderita. Namun beberapa gangguan tidak selalu menyebabkan distress. Contohnya Psikopat memperlakukan orang lain dengan tanpa perasaan dan mungkin terus-menerus melanggar hokum tanpa sedikit pun merasa bersalah, menyesal, ataupun cemas. Dan tidak semua bentuk distress (misalnya kelaparan atau rasa sakit ketika melahirkan) menjadi bagian dari studi abnormalitas.

4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku
Disabilitas yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Contohnya gangguan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas social atau pekerjaan (misalnya kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan dll yang disebabkan penyalahgunaan zat.
5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)
Tidak semua distress atau disabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distres dan disabilitas seringkali dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons tidak diharapkan terhadap stressor lingkungan. Sebagai contoh, gangguan kecemasan didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam suatu situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya
Sejarah Psikopatologi
Demonologi Awal
Doktrin bahwa wujud yang jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya seringkali disebut dengan Demonologi. Pemikiran-pemikiran demonologis terdapat pada berbagai manuskrip Cina, Mesir Babilonia dan Yunani Kuno. Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh kerasukan ruh jahat, penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat dengan mantera atau siksaan ritualistic. Eksorsisme umumnya berbentuk serangkaian doa yang rinci, menciptakan suara bising, memaksa orang yang kerasukan untuk minum ramuan yang rasanya sangat tidak enak, dan kadangkala tindakan yang lebih ekstrim seperti pemukulan atau dibuat kelaparan agar tubuh tidak mengenakkan untuk ditempati ruh jahat.
Somatogenesis
Pada abad ke-5 SM, Hippocrates seringkali dianggap bapak ilmu kedokteran modern, yang memisahkan ilmu kedokteran dari agama, sihir dan takhayul. Dia menolak kepercayaan Yunani yang diyakini pada masa itu bahwa para dewa memberikan penyakit fisik berat dan gangguan mental sebagai hukuman.
Hippocrates berpendapat bahwa otak adalah organ kesadaran kehidupan intelektual dan emosi, sekaligus dia berpendapat bahwa pikiran dan perilaku yang menyimpang adalah indikasi terjadinya suatu patologi otak. Hippocrates seringkali dianggap sebagai salah satu pelopor somatogenesis – suatu istilah yang menunjuk bahwa masalah yang terjadi pada soma, atau tubuh fisik, akan mengganggu pikiran dan tindakan.
Hippocrates mengklasifikasikan gangguan mental kedalam tiga kategori antara lain: mania, melankolia à depresi dan prenitis atau demam otak à schizophrenia. Dia juga mewariskan catatan sangat rinci yang menggambarkan berbagai simtom yang dewasa ini dikenal terdapat dalam epilepsy, delusi alkoholik, stroke dan paranoia.
Hipocrates percaya bahwa fungsi otak yang normal, demikian juga kesehatan mental bergantung pada keseimbangan yang baik diantara empat humor atau cairan tubuh yaitu darah, cairan empedu hitam, cairan empedu kuning, dan lender. Ketidakseimbangan antara keempatnya akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang lambat dan tumpul, sebagai contoh, kemungkinan tubuh mengandung cairan lendir yang lebih banyak. Cairan empedu hitam yang dominan adalah penyebab melankolia; terlalu banyak cairan empedu kuning menyebabkan mudah tersinggung dan kecemasan; dan terlalu banyak darah menyebabkan berubah-ubahnya temperamen.
Sistem Klasifikasi Awal
Emil Kraepelin (1856-1926) menulis sebuah buku teks psikiatri pada tahun 1883 yang dilengkapi dengan system klasifikasi dalam upaya menetapkan sebab-sebab biologis berbagai penyakit jiwa. Kraepelin membedakan berbagai gangguan mental berdasarkan kecenderungan sejumlah simtom (gejala) tertentu, yang disebut sindrom, yang muncul bersamaan secara teratur sehingga dapat dianggap memiliki sebab fisiologis yang mendasarinya, seperti halnya penyakit medis tertentu dan sindromnya mungkin disebabkan disfungsi biologis. Dia beranggapan bahwa setiap penyakit jiwa berbeda dari yang lainnya, memiliki awal/penyebab, simtom, perjalanan, dan hasil tersendiri. Walaupun berbagai pengobatan tidak memberikan hasil, setidaknya perjalanan penyakit dapat diprediksikan.
Kraepelin mengusulkan dua kelompok utama penyakit mental berat: demensia precox, istilah awal untuk schizophrenia dan psikosis manik-depresif. Dia menduga bahwa ketidakseimbangan kimiawi merupakan sebab skizofreniadan ketidakteraturan metabolism sebagai penyebab psikosis manik-depresif.
KLASIFIKASI MODERN
Klasifikasi Abnormalitas dan Psikopatologi abad modern ini diatur menggunakan beberapa panduan sebagai berikut:
Beberapa inovasi besar membedakan edisi ketiga dan versi DSM selanjutnya. Salah satu perubahan tersebut adalah penggunaan klasifikasi multiaksial, dimana setiap individu diukur berdasarkan lima dimensi yang berbeda atau aksis
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Semua kategori diagnostik kecuali gangguan kepribadian dan retardasi mental)
F00-F09 = Gangguan mental organik
F10-F19 = Gangguan mental akibat zat psikoaktif
F20-F29 = Skizophrenia, Gangguan skizotipal & Gangguan waham
F30-F39 = Gangguan suasana perasaan (Mood)
F40-F48 = Gangguan neurotik, Somatoform dan Gangguan terkait stress
F50-F59 = Sindroma perilaku yang berhubungan dengan fisiologis
F60-F69 = Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
F80-F89 = Ganguuan perkembangan psikologis
F90-F98 = Gangguan perilaku dengan onset masa kanak-kanak dan remaja
F99= Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Gangguan kepribadian Paranoid
Skizoid
Skizotypal
Antisosial (psikopat)
Borderline
Histrionik
Narcissistic
Aksis III : Kondisi Medis umum (Gangguan Fisik)
Infeksi
Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik
Penyakit susunan syaraf
Penyakit sistem pernapasan
Penyakit sistem pencernakan
dsb
Aksis IV : Masalah Psikososial & lingkungan
Problem perkawinan
Pengasuhan anak
Problem interpersonal (pacaran, pertengkaran dengan tetangga, teman)
Keuangan
Sakit fisik
Trauma tsunami
Terkait dengan hukum
Aksis V : Penilaian Fungsi Global (GAF: Assessment of Functioning (GAF) à level keberfungsian saat ini
100-91= gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81= gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
80-71= gejala sementara& dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah
70-61= beberapa gejala ringan& mentap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
CLINICAL ASSESSMENT (PEMERIKSAAN KLINIS)
Proses pengumpulan informasi mengenai suatu gejala penyakit dari berbagai sumber, agar dapat digunakan untuk mendiagnosa, mencari kemungkinan penyebab, membuat prognosis dan menentukan terapi suatu penyakit.
Data yang dikumpulkan antara lain:
Metode Pemeriksaan
Wawancara Klinis
Hal-hal yang diungkap:
Mental status examination
Judgement
Daftar Pustaka
Mendefinisikan perilaku abnormal bukanlah pekerjaan yang mudah. Perilaku abnormal tidaklah cukup dipandang dari satu karakter tunggal. Berikut adalah beberapa karakteristik untuk mendefinisikan perilaku abnormal (Davidson, 2006):
1. Kejarangan Statistik
Salah satu perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal atau kurva berbentuk lonceng menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.
Walaupun beberapa perilaku atau karakteristik yang jarang terjadi yang terdapat pada orang-orang tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang abnormal, dalam beberapa kasus tidak terdapat hubungan sama sekali. Memiliki kemampuan atletik yang hebat merupakan sesuatu yang jarang terjadi, namun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari psikologi abnormal. Orang yang memiliki IQ tinggi (idiot savant) juga dikategorikan sebagai abnormalitas. Komponen statistic hanya memberikan sedikit panduan bagi kita dalam menentukan perilaku mana yang jarang terjadi yang harus dipelajari para psikopatolog.
![]() |
image source: |
baca juga: Pengertian Normal dan Abnormal Dalam Psikologi Menurut Para Ahli
2. Pelanggaran Norma
Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang mengamatinya. Namun ada keterbatasan juga dalam kriteria ini karena keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma social dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.
3. Distress Pribadi
Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Distress pribadi jelas sesuai dengan banyak bentuk abnormalitas (misal orang-orang yang mengalami gangguan anxietas dan depresi benar-benar sangat menderita. Namun beberapa gangguan tidak selalu menyebabkan distress. Contohnya Psikopat memperlakukan orang lain dengan tanpa perasaan dan mungkin terus-menerus melanggar hokum tanpa sedikit pun merasa bersalah, menyesal, ataupun cemas. Dan tidak semua bentuk distress (misalnya kelaparan atau rasa sakit ketika melahirkan) menjadi bagian dari studi abnormalitas.

4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku
Disabilitas yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Contohnya gangguan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas social atau pekerjaan (misalnya kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan dll yang disebabkan penyalahgunaan zat.
5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)
Tidak semua distress atau disabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distres dan disabilitas seringkali dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons tidak diharapkan terhadap stressor lingkungan. Sebagai contoh, gangguan kecemasan didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam suatu situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya
Sejarah Psikopatologi
Demonologi Awal
Doktrin bahwa wujud yang jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya seringkali disebut dengan Demonologi. Pemikiran-pemikiran demonologis terdapat pada berbagai manuskrip Cina, Mesir Babilonia dan Yunani Kuno. Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh kerasukan ruh jahat, penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat dengan mantera atau siksaan ritualistic. Eksorsisme umumnya berbentuk serangkaian doa yang rinci, menciptakan suara bising, memaksa orang yang kerasukan untuk minum ramuan yang rasanya sangat tidak enak, dan kadangkala tindakan yang lebih ekstrim seperti pemukulan atau dibuat kelaparan agar tubuh tidak mengenakkan untuk ditempati ruh jahat.
Somatogenesis
Pada abad ke-5 SM, Hippocrates seringkali dianggap bapak ilmu kedokteran modern, yang memisahkan ilmu kedokteran dari agama, sihir dan takhayul. Dia menolak kepercayaan Yunani yang diyakini pada masa itu bahwa para dewa memberikan penyakit fisik berat dan gangguan mental sebagai hukuman.
Hippocrates berpendapat bahwa otak adalah organ kesadaran kehidupan intelektual dan emosi, sekaligus dia berpendapat bahwa pikiran dan perilaku yang menyimpang adalah indikasi terjadinya suatu patologi otak. Hippocrates seringkali dianggap sebagai salah satu pelopor somatogenesis – suatu istilah yang menunjuk bahwa masalah yang terjadi pada soma, atau tubuh fisik, akan mengganggu pikiran dan tindakan.
Hippocrates mengklasifikasikan gangguan mental kedalam tiga kategori antara lain: mania, melankolia à depresi dan prenitis atau demam otak à schizophrenia. Dia juga mewariskan catatan sangat rinci yang menggambarkan berbagai simtom yang dewasa ini dikenal terdapat dalam epilepsy, delusi alkoholik, stroke dan paranoia.
Hipocrates percaya bahwa fungsi otak yang normal, demikian juga kesehatan mental bergantung pada keseimbangan yang baik diantara empat humor atau cairan tubuh yaitu darah, cairan empedu hitam, cairan empedu kuning, dan lender. Ketidakseimbangan antara keempatnya akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang lambat dan tumpul, sebagai contoh, kemungkinan tubuh mengandung cairan lendir yang lebih banyak. Cairan empedu hitam yang dominan adalah penyebab melankolia; terlalu banyak cairan empedu kuning menyebabkan mudah tersinggung dan kecemasan; dan terlalu banyak darah menyebabkan berubah-ubahnya temperamen.
Sistem Klasifikasi Awal
Emil Kraepelin (1856-1926) menulis sebuah buku teks psikiatri pada tahun 1883 yang dilengkapi dengan system klasifikasi dalam upaya menetapkan sebab-sebab biologis berbagai penyakit jiwa. Kraepelin membedakan berbagai gangguan mental berdasarkan kecenderungan sejumlah simtom (gejala) tertentu, yang disebut sindrom, yang muncul bersamaan secara teratur sehingga dapat dianggap memiliki sebab fisiologis yang mendasarinya, seperti halnya penyakit medis tertentu dan sindromnya mungkin disebabkan disfungsi biologis. Dia beranggapan bahwa setiap penyakit jiwa berbeda dari yang lainnya, memiliki awal/penyebab, simtom, perjalanan, dan hasil tersendiri. Walaupun berbagai pengobatan tidak memberikan hasil, setidaknya perjalanan penyakit dapat diprediksikan.
Kraepelin mengusulkan dua kelompok utama penyakit mental berat: demensia precox, istilah awal untuk schizophrenia dan psikosis manik-depresif. Dia menduga bahwa ketidakseimbangan kimiawi merupakan sebab skizofreniadan ketidakteraturan metabolism sebagai penyebab psikosis manik-depresif.
KLASIFIKASI MODERN
Klasifikasi Abnormalitas dan Psikopatologi abad modern ini diatur menggunakan beberapa panduan sebagai berikut:
- DSM (Diagnosis and Statistical Manual) à American Psychiatric Association (APA) dan DSM IV-TR (Text Revision)
- ICD (International Classification of Diseases) à WHO dan ICD-10
- PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa) à Indonesia dan PPDGJ-3 (terjemahan dari ICD-10)
Beberapa inovasi besar membedakan edisi ketiga dan versi DSM selanjutnya. Salah satu perubahan tersebut adalah penggunaan klasifikasi multiaksial, dimana setiap individu diukur berdasarkan lima dimensi yang berbeda atau aksis
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Semua kategori diagnostik kecuali gangguan kepribadian dan retardasi mental)
F00-F09 = Gangguan mental organik
F10-F19 = Gangguan mental akibat zat psikoaktif
F20-F29 = Skizophrenia, Gangguan skizotipal & Gangguan waham
F30-F39 = Gangguan suasana perasaan (Mood)
F40-F48 = Gangguan neurotik, Somatoform dan Gangguan terkait stress
F50-F59 = Sindroma perilaku yang berhubungan dengan fisiologis
F60-F69 = Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
F80-F89 = Ganguuan perkembangan psikologis
F90-F98 = Gangguan perilaku dengan onset masa kanak-kanak dan remaja
F99= Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Gangguan kepribadian Paranoid
Skizoid
Skizotypal
Antisosial (psikopat)
Borderline
Histrionik
Narcissistic
Aksis III : Kondisi Medis umum (Gangguan Fisik)
Infeksi
Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik
Penyakit susunan syaraf
Penyakit sistem pernapasan
Penyakit sistem pencernakan
dsb
Aksis IV : Masalah Psikososial & lingkungan
Problem perkawinan
Pengasuhan anak
Problem interpersonal (pacaran, pertengkaran dengan tetangga, teman)
Keuangan
Sakit fisik
Trauma tsunami
Terkait dengan hukum
Aksis V : Penilaian Fungsi Global (GAF: Assessment of Functioning (GAF) à level keberfungsian saat ini
100-91= gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81= gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
80-71= gejala sementara& dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah
70-61= beberapa gejala ringan& mentap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
CLINICAL ASSESSMENT (PEMERIKSAAN KLINIS)
Proses pengumpulan informasi mengenai suatu gejala penyakit dari berbagai sumber, agar dapat digunakan untuk mendiagnosa, mencari kemungkinan penyebab, membuat prognosis dan menentukan terapi suatu penyakit.
Data yang dikumpulkan antara lain:
- Anamnesa : riwayat penyakit
- Auto anamnesa : informasi riwayat penyakit dari pasien sendiri
- Allo anamnesa : informasi riwayat penyakit dari keluarga, teman, tetangga dsb
Metode Pemeriksaan
- Wawancara Klinis
- Observasi
- Tes Psikologis
Wawancara Klinis
- Rapport : menjalin hubungan yang saling percaya
- Intake interview: wawancara awal untuk mengungkap permasalahan (presenting problems)
- Wawancara terstruktur
Hal-hal yang diungkap:
- Perilaku abnormal
- Hal-hal yang mengganjal pikiran, perasaan
- Perasaan tidak enak
- Kondisi yang menimbulkan masalah
- Riwayat sebelumnya
- Bagaimana masalah itu mempengaruhi kondisi klien sekarang
- Informasi yang diperlukan
- Identitas pribadi: sosiodemographic data
- Deskripsi dari presenting problems
- Psychosocial history
- Medical/psychiatric history
- Family relationship
Mental status examination
- Penampilan
- Perilaku
- Orientasi
- Memory
- Sensory
- Persepsi
- Afek
- Mood
- Proses pikiran
- Insight
Judgement
- Untuk menemukan lokasi tumor, luka atau abnormalitas otak
- MRI (Magnetic Resonance Imaging)
- Akurasi lebih besar dari CT scan
- Neuro Imaging
Sekian artikel tentang Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi.
Daftar Pustaka
- Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Open Comments
Close Comments