Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik
Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik - Artikel kali ini akan membahas tentang pengawasan pelaksanaan kode etik. Melaui artikel ini diharapkan mampu memahami pengawasan pelaksanaan kode etik.
Pasal 3 Majelis Psikologi Indonesia
(1) Majelis Psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.
(2) Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.
(3) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.
(4) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.
Pasal 4 Penyalahgunaan di bidang Psikologi
(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.
(2) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.
(3) Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah:
a) Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya.
b) Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya.
c) Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya
(4). Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.
Pasal 5 Penyelesaian Isu Etika
(1) Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja-sama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut:
a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut
b. Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan ang-gota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.
Pasal 6 Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan
Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.
BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK
PASAL 17
PELANGGARAN
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia.
PASAL 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
a) Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi Indonesia oleh ilmuwan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri.
b) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam kongres.
PASAL 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG
a) Ilmuwan psikologi atau psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b) Apabila ilmuwan psikologi atau psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuwan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.
Penjelasan
Pasal 17
PELANGGARAN
1. Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia.
2. Menghadapi isu etika ini jika Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak yakin apakah dalam situasi tertentu tindakannya bisa dianggap melanggar kode etik atau tidak, konsultasi dapat dilakukan dengan sejawatnya, terutama yang lebih memahami kode etik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Konsultasi juga bisa dilakukan dengan pihak lain yang dianggap kompeten untuk membantunya mengambil keputusan yang tepat.
3. Konflik antara kode etik dan tuntutan organisasi bisa saja terjadi. Kalau ada pertentangan antara organisasi tempat Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bekerja dengan kode etik, mereka perlu mengklarifikasinya untuk dapat menggambarkan konfliknya. Sikap selanjutnya adalah kembali pada kode etik.
4. Dalam hal penyelesaian informal terhadap pelanggaran etika, kalau Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari adanya kemungkinan diancam pelanggaran kode etik yang dituduhkan sejawatnya, mereka akan mengusahakannya untuk menyelesaikan secara informal agar tidak sampai merugikan citra profesi.
5. Pada pelaporan pelanggaran etika, kalau secara informal tidak bisa selesai, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah untuk menyerahkannya sesuai kondisi dan situasinya, misal : memanfaatkan badan peradilan/sejenisnya untuk memberikan teguran kepada yang bersangkutan.
Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
Dalam hal terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi, sesuai dengan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkannya. Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi dalam pertemuannya untuk membahas masalah tersebut, juga dalam penyampaian keputusan Majelis, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingannya.
Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahasnya, lalu disahkan pada kesempatan kongres.
Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG
Penyalahgunaan pekerjaan ilmuwan dalam terapan profesi bisa saja terjadi. Untuk mencegahnya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu memperhatikan tawaran atau kesempatan yang diperolehnya agar tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini. Dalam kaitan ini apabila ada Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan pemberitaan itu. Pemahaman peran dan fungsi Ilmuwan Psikologi atau Psikolog dalam menerima pekerjaan sangat diperlukan agar memiliki posisi yang kuat dan mandiri.
Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat membantu memberikan perlindungan terhadap Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang bersangkutan, dengan memperhatikan Kode Etik Psikologi Indonesia dan data pendukung lainnya. Dalam hal diperlukan ketersediaan informasi dan data pendukung, pengurus dapat memanfaatkan kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah maupun sesama organisasi profesi atau lembaga lainnya. Data yang diperoleh dari pengamatan pendahuluan dan investigasi sesuai kepentingannya menjadi masukan bagi Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskan tindakan yang dapat dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan tersebut.
Daftar Pustaka
Pasal 3 Majelis Psikologi Indonesia
(1) Majelis Psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.
(2) Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.
(3) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.
(4) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.
![]() |
image source: |
baca juga: Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologi
Pasal 4 Penyalahgunaan di bidang Psikologi
(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.
(2) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.
(3) Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah:
a) Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya.
b) Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya.
c) Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini:
i. Blog Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya
(4). Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.
Pasal 5 Penyelesaian Isu Etika
(1) Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja-sama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut:
a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut
b. Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan ang-gota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.
Pasal 6 Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan
Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.
BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK
PASAL 17
PELANGGARAN
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia.
PASAL 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
a) Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi Indonesia oleh ilmuwan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri.
b) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam kongres.
PASAL 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG
a) Ilmuwan psikologi atau psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b) Apabila ilmuwan psikologi atau psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuwan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.
Penjelasan
Pasal 17
PELANGGARAN
1. Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia.
2. Menghadapi isu etika ini jika Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak yakin apakah dalam situasi tertentu tindakannya bisa dianggap melanggar kode etik atau tidak, konsultasi dapat dilakukan dengan sejawatnya, terutama yang lebih memahami kode etik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Konsultasi juga bisa dilakukan dengan pihak lain yang dianggap kompeten untuk membantunya mengambil keputusan yang tepat.
3. Konflik antara kode etik dan tuntutan organisasi bisa saja terjadi. Kalau ada pertentangan antara organisasi tempat Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bekerja dengan kode etik, mereka perlu mengklarifikasinya untuk dapat menggambarkan konfliknya. Sikap selanjutnya adalah kembali pada kode etik.
4. Dalam hal penyelesaian informal terhadap pelanggaran etika, kalau Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari adanya kemungkinan diancam pelanggaran kode etik yang dituduhkan sejawatnya, mereka akan mengusahakannya untuk menyelesaikan secara informal agar tidak sampai merugikan citra profesi.
5. Pada pelaporan pelanggaran etika, kalau secara informal tidak bisa selesai, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah untuk menyerahkannya sesuai kondisi dan situasinya, misal : memanfaatkan badan peradilan/sejenisnya untuk memberikan teguran kepada yang bersangkutan.
Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
Dalam hal terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi, sesuai dengan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkannya. Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi dalam pertemuannya untuk membahas masalah tersebut, juga dalam penyampaian keputusan Majelis, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingannya.
Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahasnya, lalu disahkan pada kesempatan kongres.
Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG
Penyalahgunaan pekerjaan ilmuwan dalam terapan profesi bisa saja terjadi. Untuk mencegahnya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu memperhatikan tawaran atau kesempatan yang diperolehnya agar tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini. Dalam kaitan ini apabila ada Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan pemberitaan itu. Pemahaman peran dan fungsi Ilmuwan Psikologi atau Psikolog dalam menerima pekerjaan sangat diperlukan agar memiliki posisi yang kuat dan mandiri.
Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat membantu memberikan perlindungan terhadap Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang bersangkutan, dengan memperhatikan Kode Etik Psikologi Indonesia dan data pendukung lainnya. Dalam hal diperlukan ketersediaan informasi dan data pendukung, pengurus dapat memanfaatkan kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah maupun sesama organisasi profesi atau lembaga lainnya. Data yang diperoleh dari pengamatan pendahuluan dan investigasi sesuai kepentingannya menjadi masukan bagi Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskan tindakan yang dapat dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan tersebut.
Daftar Pustaka
- Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
- HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
Sekian artikel tentang Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik.
Posting Komentar untuk "Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik"