Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Interpretasi Hasil Tes Sesuai Ketentuan Kode Etik Psikologi

Interpretasi Hasil Tes Sesuai Ketentuan Kode Etik Psikologi - Artikel ini akan membahas tentang interpretasi hasil pemeriksaan, pemanfaatan dan penyampaian hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam kode etik psikologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan, pemanfaatan dan penyampaian hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam kode etik psikologi.

Pasal 23

REKAM PSIKOLOGI

Jenis Rekam Psikologi adalah rekam psikologi lengkap dan rekam psikologi terbatas.

(1) Rekam Psikologi Lengkap

a) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi membuat, menyimpan (mengarsipkan), menjaga, memberikan catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian, praktik, dan karya lain sesuai dengan hukum yang berlaku dan dalam cara yang sesuai dengan ketentuan Kode Etik Psikologi Indonesia.

b) Ilmuwan Psikologi dan atau Psikolog membuat dokumentasi atas karya profesional dan ilmiah mereka untuk:
  • memudahkan pengguna layanan psikologi mereka dikemudian hari baik oleh mereka sendiri atau oleh profesional lainnya
  • bukti pertanggung-jawaban telah dilakukannya pemeriksaan psikologi
  • memenuhi prasyarat yang ditetapkan oleh institusi ataupun hukum.

c) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjaga kerahasiaan klien dalam hal pencatatan, penyimpanan, pemindahan, dan pemusnahan catatan/data di bawah pengawasannya.

d) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjaga dan memusnahkan catatan dan data, dengan memperhatikan kaidah hukum atau perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan pelaksanaan kode etik ini.

e) Apabila Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi mempunyai dugaan kuat bahwa catatan atau data mengenai jasa profesional mereka akan digunakan untuk keperluan hukum yang melibatkan penerima atau partisipan layanan psikologi mereka, maka Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi bertanggung jawab untuk membuat dan mempertahankan dokumentasi yang telah dibuatnya secara rinci, berkualitas dan konsisten, seandainya diperlukan penelitian dengan cermat dalam forum hukum.

f) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang melakukan pemeriksaan layanan psikologi terhadap seseorang dan menyimpan hasil pemeriksaan psikologinya dalam arsip sesuai dengan ketentuan, karena sesuatu hal tidak memungkinkan lagi menyimpan data tersebut, maka demi kerahasiaan pengguna layanan psikologi, sebelumnya Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menyiapkan pemindahan tempat atau pemberian kekuasaan pada sejawat lain terhadap data hasil pemeriksaan psikologi tersebut dengan tetap menjaga kerahasiaannya. Pelaksanaan dalam hal ini harus di bawah pengawasannya, yang dapat dalam bentuk tertulis atau lainnya.

Interpretasi Hasil Tes Sesuai Ketentuan Kode Etik Psikologi_
image source: www.wisegeek.com
baca juga: Asas Kesediaan Proses Terapi Antara Klien Dan Terapis

(2) Rekam Psikologis untuk Kepentingan Khusus

a) Laporan pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan khusus hanya dapat diberikan kepada personal atau organisasi yang membutuhkan dan berorientasi untuk kepentingan atau kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi.

b) Laporan Pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan khusus dibuat sesuai dengan kebutuhan dan tetap mempertimbangkan unsur-unsur ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan serta menjaga kerahasiaan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi.

Pasal 25

MENDISKUSIKAN BATASAN KERAHASIAAN DATA KEPADA PENGGUNA JASA DAN ATAU PRAKTIK PSIKOLOGI

(1) Materi Diskusi

a) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi membicarakan informasi kerahasian data dalam rangka memberikan konseling dan atau konsultasi kepada pengguna layanan psikologi (perorangan, organisasi, mahasiswa, partisipan penelitian) dalam rangka tugasnya sebagai profesional. Data hasil pemberian layanan psikologi hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmiah atau profesional.

b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam melaksanakan tugasnya harus berusaha untuk tidak menggangu kehidupan pribadi pengguna layanan psikologi, kalaupun diperlukan harus diusahakan seminimal mungkin.

c) Dalam hal diperlukan laporan hasil pemeriksaan psikologi, maka Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi hanya memberikan laporan, baik lisan maupun tertulis; sebatas perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat.

(2) Lingkup Orang

a) Pembicaraan yang berkaitan dengan layanan psikologi hanya dilakukan dengan mereka yang secara jelas terlibat dalam permasalahan atau kepentingan tersebut

b) Keterangan atau data yang diperoleh dapat diberitahukan kepada orang lain atas persetujuan pemakai layanan psikologi atau penasehat hukumnya.

c) Jika pemakai jasa masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi wajib melindungi agar pengguna layanan psikologi serta orang yang menjalani pemeriksaan psikologi tidak mengalami hal-hal yang merugikan.

d) Apabila Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi melakukan konsultasi antar sejawat, perlu diperhatikan hal berikut dalam rangka menjaga kerahasiaan. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak saling berbagi untuk hal-hal yang seharusnya menjadi rahasia pengguna layanan psikologi (peserta riset, atau pihak manapun yang menjalani pemeriksaan psikologi), kecuali dengan izin yang bersangkutan atau pada situasi dimana kerahasiaan itu memang tidak mungkin ditutupi. Saling berbagi informasi hanya diperbolehkan kalau diperlukan untuk pencapaian tujuan konsultasi, itupun sedapat mungkin tanpa menyebutkan identitas atau cara pengungkapan lain yang dapat dikenali sebagai indentitas pihak tertentu.

Pasal 26

PENGUNGKAPAN KERAHASIAAN DATA

(1) Sejak awal Ilmuwan Psikologi dan atau Psikolog harus sudah merencanakan agar data yang dimiliki terjaga kerahasiaannya dan data itu tetap terlindungi, bahkan sesudah ia meninggal dunia, tidak mampu lagi, atau sudah putus hubungan dengan posisinya atau tempat praktiknya.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi perlu menyadari bahwa untuk pemilikan catatan dan data yang termasuk dalam klarifikasi rahasia, penyimpanan, pemanfaatan, dan pemusnahan data atau catatan tersebut diatur oleh prinsip legal.

(3) Cara pencatatan data yang kerahasiaannya harus dilindungi mencakup data pengguna layanan psikologi yang seharusnya tidak dikenai biaya atau pemotongan pajak. Dalam hal ini, pencatatan atau pemotongan pajak mengikuti aturan sesuai hukum yang berlaku.

(4) Dalam hal diperlukan persetujuan terhadap protokol riset dari dewan penilai atau sejenisnya dan memerlukan identifikasi personal, maka identitas itu harus dihapuskan sebelum datanya dapat diakses.

(5) Dalam hal diperlukan pengungkapan rahasia maka Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien hanya dalam rangka keperluan hukum atau tujuan lain, seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan profesional, baik secara perorangan maupun organisasi serta untuk melindungi pengguna layanan psikologi dari masalah atau kesulitan.

Pasal 10 : Interpretasi hasil pemeriksaan

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologi tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan. Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan oleh Psikolog yang melakukan interpretasi hasil pemeriksaan, yaitu menjabarkan sifat dan hasil dari jasa/praktik psikologi yang dilakukan. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu memberikan informasi tentang pelaksanaan tugasnya, baik dalam hal telaah kebutuhan (asesmen), evaluasi, konseling, terapi, penyeliaan, pendidikan, konsultasi, penelitian atau jasa psikologi lainnya terhadap seorang individu, sekelompok orang atau organisasi. Dalam menyampaikan informasi tersebut digunakan bahasa dan istilah yang bisa dipahami pihak yang dibantu. Bila pemberian informasi tersebut tidak dapat dilakukan karena alasan hukum atau aturan organisasi, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyampaikannya sejak awal.

Pasal 11 : Pemanfaatan dan penyampaian hasil pemeriksaan

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak berpartisipasi dalam kegiatan yang menunjukkan kemungkinan bahwa keterampilan atau data mereka disalahgunakan oleh orang lain, kecuali tersedia mekanisme untuk memperbaikinya. Apabila mereka mengetahui adanya penyalahgunaan atau salah representasi dari karya mereka, maka Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu mengambil langkah-langkah untuk mengkoreksi atau meminimalkan penyalahgunaan atau salah representasi tersebut.

Pasal 13 : Pencantuman Identitas pada Laporan Hasil Pemeriksaan dari Praktik Psikologi

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

Pasal 27 : Pemanfaatan informasi dan hasil pemeriksaan untuk tujuan pendidikan atau tujuan lain

(1) Pemanfaatan untuk Tujuan Pendidikan

Data dan informasi hasil pemeriksaan psikologi bila diperlukan untuk kepentingan pendidikan, data harus disajikan sebagaimana adanya dengan menyamarkan nama orang atau lembaga yang datanya digunakan.

(2) Pemanfaatan untuk Tujuan Lain

a) Pemanfaatan data hasil pemeriksaan psikologi untuk tujuan lain selain tujuan pendidikan harus ada ijin tertulis dari yang bersangkutan dan menyamarkan nama lembaga atau perorangan yang datanya digunakan.

b) Khususnya untuk pemanfaatan hasil pemeriksaan psikologi di bidang hukum atau hal-hal yang berkait dengan kesejahteraan pengguna layanan Psikologi serta orang yang menjalani pemeriksaan psikologi maka identitas harus dinyatakan secara jelas dan dengan persetujuan yang bersangkutan.

c) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak membuka kerahasiaan pengguna layanan Psikologi serta orang yang menjalani pemeriksaan psikologi untuk keperluan penulisan, pengajaran maupun pengukapan di media, kecuali kalau ada alasan kuat untuk itu dan tidak bertentangan dengan hukum.

d) Dalam pertemuan ilmiah atau perbincangan profesi yang menghadapkan Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi untuk mengemukakan data, harus diusahakan agar pengungkapan data tersebut dilakukan tanpa mengungkapkan identitas, yang bisa dikenali sebagai seseorang atau institusi yang mungkin bisa ditafsirkan oleh siapapun sebagai identitas diri yang jelas ketika hal itu diperbincangkan.

Contoh Kasus

1. Terkait dengan Pasal 10 : interpretasi hasil pemeriksaan

Dalam prakteknya, seorang psikolog B melakukan tes seleksi (Psikotes) untuk calon karyawan di sebuah perusahaan P, namun karena seorang peserta tes merupakan kerabat dekat sang psikolog, maka calon karyawan itu meminta pada sang psikolog untuk memberikan hasil yang maksimal pada Psikotes tersebut, karena Psikolog tersebut merasa tidak enak dengan kerabat dekatnya itu, akhirnya ia memberikan hasil sesuai dengan pesanan si kerabat tadi sehingga kerabat dekatnya itu dapat diterima pada perusahaan tersebut.

Analisis : Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan.

2. Terkait dengan Pasal 11 dan Pasal 27 : pemanfaatan dan penyampaian hasil pemeriksaan

Sebuah perusahaan X menyewa psikolog untuk melakukan psikotes mencari pekerja yang handal, pintar dan mampu untuk memajukan perusahaan. Setelah semua calon pekerja sudah di seleksi, perusahaan tersebut sudah menerima hasil dari psikotes tersebut. Namun dari pihak perusahaan X tidak paham dengan hasil yang diberikan seorang psikolog tersebut karena bahasanya tidak mudah dipahami oleh pihak perusahaan X. Maka perusahaan meminta kepada psikolog tersebut agar memberikan hasil ulang tes tersebut dengan bahasa yang lebih umum dipahami.

Analisis : Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Daftar Pustaka
  1. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
  2. Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sekian artikel tentang Interpretasi Hasil Tes Sesuai Ketentuan Kode Etik Psikologi.

Posting Komentar untuk "Interpretasi Hasil Tes Sesuai Ketentuan Kode Etik Psikologi"