Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Pengertian dan Fungsi Intervensi Sosial dalam Psikologi

Pengertian dan Fungsi Intervensi Sosial dalam Psikologi

Pengertian dan Fungsi Intervensi Sosial dalam Psikologi - Intervensi sosial merupakan bagian dari intervensi psikologi yang termasuk dalam pendekatan intervensi klinis. Intervensi sosial mengupayakan sebuah perubahan secara terencana pada individu, kelompok, maupun komunitas yang dapat diukur dan dievaluasi keberhasilannya. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki keberfungsian sosial dimana setiap individu, keluarga atau kelompok dapat berperan sebagaimana mestinya dalam masyarakat atau lingkungan sosialnya.

Berbeda dengan intervensi klinis yang berorientasi pada individu, intervensi sosial lebih berorientasi pada kelompok sosial atau komunitas. Dalam psikologi klinis, psikolog dapat memberikan terapi dengan bermacam-macam teknik yang berorientasi pada seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gangguan.

Pengertian dan Fungsi Intervensi Sosial dalam Psikologi_
image source: www.autismspeaks.org
baca juga: Teori Psikologi Sosial Menurut Para Ahli Serta Contohnya

Terdapat beberapa permasalahan yang mendorong timbulnya intervensi sosial, yaitu:
  • Pentingnya faktor lingkungan, baik sosial maupun non sosial yang dapat menentukan perilaku dan permasalahan pada individu
  • Perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial menyebabkan timbulnya masalah dalam masyarakat kemiskinan, pengangguran, kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah psikologis terhadap masyarakat terutama masalah emosional. Masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat ini dapat diatasi dengan memberikan intervensi secara sosial bukan individu.

Intervensi sosial tidak dilakukan di klinik-klinik seperti pada intervensi klinis secara individual pada umumnya, tetapi lebih banyak dilakukan di lapangan atau lingkungan dan organisasi sosial tertentu seperti organisasi kemasyarakatan (PKK, karangtaruna, agama dll). Fokus intervensi sosial tidak pada gangguan didalam diri individu yang terganggu dan tidak menyalahkan faktor lingkungan akan tetapi lebih fokus pada interaksi antar orang dengan lingkungan, mengidentifikasi peran lingkungan sosial yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah individu, memusatkan pemberdayaan individu dan kelompok individu, untuk lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

Peran dari psikolog klinis atau psikolog sosial :
  1. Pendampingan pertumbuhan individu, keluarga, dan kelompok yang bertujuan mencegah masalah sosial dan kesehatan mental sebelum terjadi masalah dalam sosial
  2. Memberikan intervensi langsung secara tepat yang masyarakat butuhkan untuk menyelesaikan masalah 
  3. Membantu individu yang diberi label “menyimpang” dari lingkungan sosial agar dapat hidup sebagai individu yang bermartabat, diterima dilingkungan sosial 

Berbagai hal yang dapat dilakukan oleh seorang psikolog dalam memberikan intervensi sosial:
  1. Membantu membuat dan mengevaluasi program yang dapat membantu penyelesaian masalah di masyarakat dan lingkungan organisasi
  2. Memahami kebutuhan masyarakat dan mengajarkan untuk memahami dan mengenali masalah yang ada didalam masyarakat sebelum masalah tersebut menjadi kompleks.
  3. Melaksanakan dan mengevaluasi bentuk intervensi yang tepat pada masyarakat.

Dilihat dari tujuannya, intervensi sosial terbagi menjadi dua fokus pendekatan, yaitu :

1. Pencegahan
Pencegahan bertujuan untuk memudahkan perawatan terhadap gangguan psikologis yang terjadi dalam masyarakat

2. Pemberdayaan
Pemberdayaan bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah gangguan yang lebih serius.

Jenis pencegahan dalam menjaga kesehatan masyarakat, yaitu:

1. Pencegahan primer
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mengubah lingkungan sebelum lingkungan tersebut menimbulkan penyakit baik fisik maupun psikologis. Misalnya, imunisasi, konseling pranikah, parenting dll.

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan usaha untuk melakukan deteksi dini atau diagnosis dini terhadap keadaan lingkungan masyarakat agar dapat dilakukan terapi atau pemberian treatment sejak dini atau pada awal terjadinya gangguan. Misalnya, deteksi dini terhadap gejala permusuhan antar kelompok.

3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya untuk melakukan rehabilitasi terhadap individu atau kelompok yang memerlukan penyesuaian kembali karena terjadi trauma tertentu atau penyakit tertentu. Misalnya, memberikan konseling, pelatihan, dll.

Salah satu contoh terapan intervensi sosial adalah pengelolaan konflik sosial pascabencana.

Contoh kasus diambil dari bukunya Prawitasari (2011).
“Gempa yang menyerang DIY dan sebagian Jawa Tengah pada 27 Mei 2006), meninggalkan berbagai persoalan, tantangan, dan peluang. Banyak rumah roboh atau hancur total. Banyak orang menjadi cacat dan tidak mampu bekerja optimal lagi. Rumah, yang bagi mereka merupakan hasil jerih payah selama bertahun-tahun, hancur dalam sekejap. Ada yang kehilangan orang-orang penting dalam hidupnya. Ada yang dulunya punya usaha, setelah gempa perekonomian mereka lumpuh sementara. Dalam situasi seperti itu, banyak bantuan datang baik dari dalam maupun luar negeri.

Semangat gotong royong yang telah lama ditinggalkan hidup kembali. Bantuan dari pemerintah juga akhirnya tiba, dan masyarakat mulai bangkit kembali dalam waktu kurang dari tiga bulan. Meskipun masih menyisakan trauma, setahun setelah bencana masyarakat sudah mampu kembali ke kehidupan semula. Rumah sudah berdiri kembali meskipun belum sempurna. Ekonomi telah menggeliat lagi.

Selain membantu masyarakat untuk memiliki rumah, dana bantuan dari pemerintah, swasta, ataupun luar negeri meninggalkan persoalan tersendiri. Memang banyak kelompok masyarakat yang menangani bantuan tersebut secara terbuka, jujur, adil; namun ada juga sekelompok masyarakat yang “nakal”, terutama mereka yang berkuasa, yang menyalah gunakan bantuan itu. Situasi seperti ini menimbulkan konflik di masyarakat. Mereka menjadi terkotak-kotak dalam kubu masing-masing”

Intervensi sosial yang diberikan adalah dengan cara:
1. Sebelum melakukan intervensi, terlebih dahulu dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk memperoleh data awal.
2. Pendampingan masyarakat selama satu tahun dalam proses pengelolaan dana untuk perumahan yang dilakukan oleh ICBC (Institut for Community Behavioral Change) yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kajian perilaku sehat dan ramah lingkungan. Pendampingan juga dilakukan untuk membantu mereka mengelola konflik dan mengedepankan budaya gotong royong dalam proses pembangunan. Pendampingan ini, mendidik masyarakat agar mempunyai keterampilan perilaku dalam mengatasi beda pendapat, pertikaian, dan konflik, dana bantuan dikhawatirkan menyebabkan konflik dari pada mensejahterakan masyarakat.
3. Salah satu cara mengelola konflik adalah melalui Panggung Gembira (PG) dengan metode sosiodrama. Adanya dana yang diberikan membuat warga curiga satu sama lain. Padahal semua mengalami kenyataan yang sama yaitu rumah roboh. Sosiodrama dimainkan di PG dapat digunakan untuk menggambarkan ketidakadilan tersebut secara tersamar. Masyarakat menyampaikan pesan, dan dilain pihak kaum elite termasuk pejabat dusun, dapat belajar dan bercermin dari apa yang di tampilkan di PG. Diharapkan permainan peran tersebut tidak akan terlalu menyinggung perasaan kaum elite dan pejabat dusun, yang dianggap telah bertindak kurang adil itu.

Sebelum PG dimulai, masing-masing RT menyiapkan skenario pertunjukkan. Urutan pertunjukan sebagai berikut ;
  • Adegan situasi sebelum gempa
  • Adegan situasi saat gempa terjadi
  • Adegan situasi pascagempa
  • Adegan “semar mbagi warisan” kritik terhadap pembagian dana bantuan
  • Momen rekonsiliasi “adegan dialog mengenai semua kegiatan yang menyangkut perbaikan pascagempa”

4. Social artistry, merupakan salah satu metode untuk mendampingi masyarakat mengelola beda pendapat, pertikaian dan konflik. Arti harfiah metode ini adalah kesenimanan sosial. Tiap orang akan mampu menjadi seniman sosial dengan menggunakan segala sumber kearifan masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal, mitos yang ada, sejarah kehidupan dusun, gotong royong, kesenian yang terlupakan, permainan tradisional, dan kemampuan masyarakat itu sendiri merupakan sumber daya dan modal untuk suatu karya kesenian sosial.

Konsep-konsep kunci dalam intervensi sosial pada kasus di atas :

1. Kesejahteraan subjektif
Salah satu indikator keberhasilan mengelola konflik sosial adalah kesejahteraan yang dirasakan oleh warga di suatu tempat. Kesejahteraan subjektif dipahami sebagai suatu kondisi yang memiliki dua komponen utama, yaitu :

a. Komponen afektif
Yaitu kemampuan yang dimiliki individu untuk menyeimbangkan diri dalam rangka menikmati hidup.

Komponen ini dipengaruhi oleh keseimbangan pengalaman emosi positif dan negatif yang dialami individu pada kehidupan sehari-hari.

b. Komponen Kognitif
Yaitu apa yang disebut oleh individu sebagai kepuasan dalam hidup.

Kepuasan hidup ini merupakan suatu hasil dari proses evaluasi diri.

Kondisi kesejahteraan subjektif ini dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satu isu yang menarik terkait dengan kesejahteraan subjektif adalah bahwa situasi dalam diri individu dipengaruhi tidak hanya oleh kepribadian dasar yang dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh budaya yang melatari individu. Ada dua pengaruh budaya terhadap kesejahteraan subjektif.
  • Secara langsung budaya berpengaruh terhadap keejahteraan sosial
  • Secara tidak langsung budaya menjadi perantara keseimmbangan kehidupan yang menyenangkan dan kepuasan hidup.

Bagi orang Indonesia, kesejahteraan subjektif seolah-olah hanya dapat dicapai bila orang sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, dan seks. Dengan kata lain, kesejahteraan subjektif dianggap otomatis tercapai apabila orang sudah punya pekerjaan dan penghasilan tetap (terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar) seta dapat hidup berpasangan. Dalam kerangka itu, peristiwa di luar dirinya, terutama reaksi emosi orang lain dalam kehidupan sosial, seolah-olah tidak bermakna dan tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektifnya. Salah satu komponen dalam kesejahteraan subjektif adalah emosi yang dialami sehari-hari dalam diri perorangan ataupun kelompok.

2. Keragaman, Kearifan lokal dan Konflik
Indonesia memiliki keragaman dalam banyak hal :
  • Hayati
  • Flora
  • Fauna
  • Ras
  • Agama
  • Suku bangsa
  • Kebudayaan
  • Adat
  • Makanan
  • Pakaian adat
  • Lagu daerah, dan sebagainya

Tiap budaya memiliki kearifan untuk menjaga keseimbangan alam khususnya dan kehidupan manusia umumnya.

Secara khusus, kearifan lokal dapat digunakan sebagai pijakan dan acuan untuk mengelola berbagai konflik sosial. Di Indonesia budaya kolektif begitu penting menonjol, konflik sosial sering terjadi karena masyarakat disekat-sekat dalam kategori “dalam kelompok” dan “luar kelompok” menjadi salah satu kendala dalam memberikan intervensi sosial pascagempa.

Konfik yang sering terjadi di Indonesia karena kurang mampu mengelola emosi. Ini dapat dilihat dari pemberitaan di media massa, dimana kekerasan dan kebiadaban ditampilkan secara telanjang.

3. Kesenian Asal Daerah dan Kesenimanan Sosial
Kesenian daerah merupakan sumber dan modal sosial untuk mengembangkan masyarakat, seperti :
  • Wayang kulit
  • Wayang orang
  • Wayang kancil
  • Wayang suket
  • Wayang klitik
  • Dagelan
  • Obrolan
  • Gamelan
  • Musik
  • Tarian
  • Pembacaan cerita
  • Sandiwara
  • Drama, dll.

Kesenian daerah tersebut dapat digunakan sebagai dasar berkesenimanan sosial. Cerita rakyat juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan konflik ataupun melestarikan lingkungan.

Seniman sosial dapat menggunakan segala macam seni tradisional dan seni asli daerah dengan menggabungkan antara pengalaman dalam diri individu dengan pengalaman diluar individu.


Open Comments