Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Metode Intervensi Sosial Dalam Konteks Organisasi

Metode Intervensi Sosial Dalam Konteks Organisasi - Blog Psikologi dapat diterapkan dalam berbagai bidang baik bidang klinis, pendidikan, perkembangan, sosial, dan industri dan organisasi. Dinamakan psikologi industri dan organisasi ini merupakan suatu keseluruhan (a body of knowledge) yang berisi fakta, aturan-aturan dan prinsip-prinsip tentang perilaku manusia pada pekerjaan. Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan individu dan organisasinya.

Dalam organisasi ada unit kerja yang besar yang terdiri dari unit-unit kerja kecil dan terdiri dari unit kerja yang lebih kecil lagi. Dalam hal ini dipelajari bagaimana dampak satu kelompok atau unit kerja terhadap perilaku seorang tenaga kerja dan sebaliknya, dipelajari juga struktur, pola dan jenis organisasi mempengaruhi tenga kerja.

Intervensi sosial juga dapat diterapkan dalam berbagai setting termasuk setting industri. Bentuk dan metode intervensi disesuaikan dengan kasus dan tujuan dari intervensi tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam intervensi di organisasi adalah metode psikoedukasi.

Salah satu bentuk intervensi yang dapat diterapkan pada kelompok, industri atau masyarakat adalah psikoedukasi. Psikoedukasi adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi. Sasaran dari psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan penerimaan pasien terhadap penyakit ataupun gangguan yang ia alami, meningkatkan partiipasi pasien dalam terapi, dan pengembangan coping mechanism ketika pasien menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

Metode Intervensi Sosial Dalam Konteks Organisasi_
image source: interventionsgroup.com

Definisi istilah psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungandan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan tersebut (Griffith, 2006 dalam Walsh, 2010). Menurut Lukerns&McFarlane dalam Cartwright, 2007 mendefinisikan psikoedukasi adalah sebuah kegiatan yang disampaikan oleh seorang professional yang mengintegrasikan dan mensinergikan antara psikoterapi dan intervensi edukasi. Psikoedukasi adalah treatment yang diberikan secara profesional dimana mengintegrasikan intervensi psikoterapeutik dan edukasi (Lukens & McFarlane, 2004)

Menurut Griffiths dalam Wals (2010) Fokus dari psikoedukasi adalah :
  • Mendidik partisipan mengenai tantangan dalam hidup
  • Membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan hidup
  • Mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan hidup
  • Mengembangkan dukungan emosional
  • Mengurangi sense of stigma dari partisipan
  • Mengubah sikap dan belief dari partisipan terhadap suatu gangguan (disorder)
  • Mengidentifikasi dan mengeksplorasi perasaan terhadap suatu isu
  • Mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah
  • Mengembangkan keterampilan crisis-intervention 

Sedangkan menurut Nelson-Jones dalam Supratikna, 2011 psikoedukasi memiliki enam makna, yaitu:
  1. Melatih orang mempelajari life skills
  2. Pendekatan akademik atau eksperiensial dalam mengajarkan psikologi
  3. Pendidikan humanistik
  4. Melatih tenaga paraprofessional di bidang keterampilan konseling
  5. Serangkaian kegiatan pelayanan kepada masyarakat
  6. Memberikan pendidikan tentang psikologi kepada publik

Psikoedukasi merupakan kegiatan dalam rangka memberikan informasi dalam bentuk pendidikan masyarakat mengenai informasi yang berkaitan dengan psikologi atau informasi lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikososial masyarakat. Informasi ini bisa diberikan melalui berbagai kegiatan, media dan pendekatan (Supratiknya,2011). Misalnya pemberian informasi mengenai bahaya penyakit tertentu dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.

Dibawah ini akan diberikan contoh bentuk proposal penelitian pemberian intervensi dalam sebuah organisasi yang disusun oleh Yulia Fitriani,S.Psi.M.A. beserta TIM sewaktu menempuh mata kuliah Psikologi Klinis Makro di Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta.

A. LATAR BELAKANG

Angkutan umum menjadi tumpuan masyarakat ketika ingin bepergian baik antar kota maupun antar provinsi. Kendaraan umum yang paling memasyarakat dan tak terbatas lokasi adalah bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Selain tarifnya yang terjangkau, bus AKAP juga mudah diakses oleh penumpang.Perusahaan Otobus (PO) itu sendiri telah menyediakan trayek, agen bahkan pool di daerah tertentu supaya dapat mudah dijangkau semua lapisan masyarakat. Setiap kota bahkan mencapai pinggiran jalan arteri pasti terdapat agen bus AKAP. Kelebihan yang dimunculkan bus AKAP tersebut tidak mampu menutupi kekurangan dari bus tersebut.Kekurangan tersebut berupa banyaknya kecelakaan yang justru dialami oleh bus AKAP ekonomi.

Penyebab kecelakaan menurut temuan Departemen Perhubungan sangat beragam, terdiri dari aspek manusia (jam kerja mengemudi, pengalaman melintas di lokasi kejadian, perilaku mengemudi dan pengalaman mengemudi), aspek sarana (kondisi jalan, minimnya rambu peringatan), dan aspek lingkungan (terganggunya jarak pandang).

Data tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa sopir bus AA pada 17 November 2012 di Terminal Giwangan. Salah satu rute AA adalah Yogyakarta-Banyuwangi, dengan jarak sekitar 600 km dan ditempuh selama kurang lebih 11 hingga 12 jam, dengan istirahat 2 kali selama 20–30 menit. Dibandingkan dengan peraturan yang tertera pada PP No. 44 Tahun 1993 Pasal 240 tentang waktu kerja selama 8 jam sehari, waktu kerja bagi pengemudi bus AA telah melebihi batas maksimal waktu kerja mengemudi. Rute yang panjang, waktu kerja yang lama, tidak adanya supir pengganti, diakui menyebabkan kelelahan yang berpengaruh terhadap konsentrasi mengemudi para supir sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan bus.

Dari hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan bahwa tuntutan pekerjaan yang berlebihan (workload), mengejar target, kurangnya fasilitas untuk beristirahat bagi pengemudi dan penumpang bus ekonomi dan tidak adanya supir pengganti untuk rute yang jauh pada pelayanan jasa angkutan umum bus AKAP seringkali menyebabkan pengemudi kurang memperhatikan keselamatan penumpang. Bus AA terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu AA 1, AA 2, AA 3 (NNR), AA 4, AA Green (www.bismania.com). Bus AAyang melayani trayek antar kota maupun antar propinsi dengan tarif ekonomi, yaitu Bus AA. Bus AA ekonomi yang melayani jarak jauh ini menyebabkan banyak kejadian kecelakaan yang menimpa Bus Akas.Kondisi kerja dari perusahaan bus tersebut apabila tidak mampu diatasi oleh pengemudi maka menyebabkan pengemudi merasa kelelahan (burnout).

Di dalam action research ini,peneliti menitikberatkan fokus penelitian pada supir-supir bus AKAP PO AAdengan sistem business unit PO AA. Faktor-faktor yang mempengaruhi peneliti memilih PO AA, antara lain:

1. Tidak ada supir pengganti, padahal bus AKAP memiliki jarak tempuh yang cukup jauh dan lama;
2. Tidak ada transit untuk makan malam;
3. Bus-bus di PO AAsering mengalami kecelakaan (Data DLLAJ menyatakan sudah terjadi 21 kali kecelakaan, peringkat dua korban jiwa terbanyak (14 jiwa) setelah PO Sumber Kencana) dan khusus PO AA sudah mengalami 4 kecelakaan besar, yaitu:
  • Jember (bus menabrak Kereta Api Mutiara)
  • Mrawan/Gunung Gumitir (bus jatuh ke jurang)
  • Jember (bus menabrak angkutan umum)
  • Pasuruan (bus menabrak mobil Luxio dan motor Mio)

4. Hasil studi banding terhadap tiga PO bus ekonomi AKAP lain--yang juga transit di Terminal Giwangan dan pernah mengalami kecelakaan—menunjukkan bahwa Bus AA merupakan bus ekonomi antar kota antar propinsi dengan jarak tempuh paling jauh di antara ketiganya. Selain itu, Bus AA memberikan kemudahan akses yang lebih bagi peneliti.

B. DIAGNOSA KEBUTUHAN

Jarak tempuh yang jauh serta tidak ada supir pengganti menyebabkan supir bus mengemudi berjam-jam sehingga ada ketidakseimbangan antara jam kerja dan jam istirahat. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan penurunan konsentrasi supir karena lelah dan mengantuk.Sejumlah human error ini dapat memicu terjadinya kecelakaan.

Dalam rangka mengatasi kelelahan supir untuk menekan angka kecelakaan, maka diperlukan suatu program yang dapat mengembalikan kesegaran dan kebugaran supir selama mengemudi.Senam pengemudi merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat mengurangi kelelahan (burnout).Senam ini terdiri dari beberapa gerakan untuk menjaga kesegaran saat mengemudi dan dilakukan saat bus berhenti (Harvenda, 2012).

C. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan

a. Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk melatih dan membiasakan senam mengemudi kepada supir-supir Bus Ekonomi AKAP AA.

b. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kelelahan pada pengemudi Bus Ekonomi AKAP AA, sekaligus untuk mengetahui efektivitas dan pengaruh pelatihan senam mengemudi terhadap peningkatan kesehatan dan keamanan kerja.

2. Sasaran

a. Para peneliti dan akademisi
Program pelatihan ini diharapkan mampu memberikan wawasan bagi para peneliti dan akademisi untuk mengembangkan pemahaman dan wacana mengenai pengaruh program pelatihan senam mengemudi untuk mengurangi kelelahan pada pengemudi bus.

b. Para pengemudi
Program pelatihan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan informasi bagi pengemudi agar dapat mengurangi kelelahan kerjanya dengan menggunakan senam mengemudi.

c. Pemilik Perusahaan Otobus
Program pelatihan ini nantinya diharapkan dapat menjadi program andalan yang praktis yang diterapkan pada seluruh perusahaan otobus, untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan dan penumpangnya.

D. KAJIAN TEORI

1. Kelelahan Kerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kelelahan berasal dari kata lelah yang berarti penat, letih, payah, lesu, dan tidak bertenaga. Anastasi (1989) yang berpendapat bahwa kelelahan adalah perasaan yang pada umumnya muncul dari ketegangan dan dari keadaan ketika orang mengerahkan usaha untuk bekerja.Kelelahan sifatnya subjektif bagi setiap orang (Suma’mur, 1996).Schultz (1982) mengatakan kelelahan kerja menyebabkan penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh terhadap perilaku kerja.

Kelelahan fisik adalah kelelahan yang ditandai oleh adanya keletihan, kejenuhan, ketegangan otot, perubahan dalam kebiasaan makan dan tidur, serta secara umum tingkat energinya rendah (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Work Cover New South Wales dalam menetapkan peraturan di tahun 2006 pada kelelahan di sektor transportasi jarak jauh mendefinisikan kelelahan sebagai perasaan letih yang berasal dari aktivitas tubuh atau kemunduran mental tubuh. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri (Nurmianto, 2003).

Jadi, kelelahan kerja merupakan proses menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja

Kelelahan disebabkan oleh berlangsungnya suatu aktivitas atau pekerjaan, baik aktifitas fisik maupun psikis.Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja menurut beberapa ahli.
  • Waters dan Bhattacharya (dalam Tarwaka, 2004) berpendapat bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. 
  • Anastasi (1989) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja diakibatkan karyawan harus melakukan pekerjaan yang tidak menarik, bekerja secara rutin tanpa variasi (monoton) dan melakukan pekerjaan secara terus menerus dan berulang-ulang (repetitif) sehingga menimbulkan kebosanan serta tidak ada minat dari karyawan untuk melakukan pekerjaan sehingga semangat dan motivasi kerjanya rendah. 
  • Menurut Kartono (1994) penyebab kelelahan kerja adalah karyawan harus melakukan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama tanpa atau kurang istirahat serta tempo atau ritme kerja dari perusahaan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik karyawan. Penyebab lain adalah karyawan dibebani pekerjaan baik secara fisik maupun psikis yang sangat berat dan tidak sesuai dengan kemampuan karyawan. 
  • Menurut Nitisemito (1982) kondisi lingkungan kerja perusahaan, seperti sikap atau cara kerja, tempat duduk, penerangan, suhu, suara, dan kelembaban yang tidak sehat atau buruk akan mempengaruhi kelelahan kerja pada karyawan. Nurmianto (1996) menjelaskan penyebab kelelahan kerja adalah karyawan harus melakukan pekerjaan yang memerlukan kontraksi otot secara statis dalam jangka waktu lama. 
  • Menurut Suma’mur (1996) terdapat empat kelompok sebab kelelahan yaitu: keadaan monoton, beban pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, penyakit atau perasaan sakit.

Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan dapat dibagi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain adalah usia, jenis kelamin, status gizi, ritme circardian, kondisi fisik (kesehatan), penyakit, masa kerja, penggunaan obat-obatan, konsumsi alkohol, psikososial (motivasi, kekhawatiran, tanggung jawab). Sedangkan faktor eksternal antara lain: durasi mengemudi, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja, monotoni (variasi kerja), beban kerja, over time, psikososial (manajemen, kompetensi antar pengemudi, dukungan keluarga), kondisi finansial, kegiatan sosial, pola olahraga, kondisi jalan, kondisi kendaraan, lingkungan (Suma’mur, 1996).

Secara khusus, faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan mengemudi sebagai berikut.Ferguson dalam artikelnya “Driver Fatigue” melakukan analisis dan penanganan pada pengemudi berdasarkan adaptasi dari Haddon Matrix yang dikembangkan oleh Dr. Haddon tahun 1978. Dasar yang digunakan dalam Haddon Matrix ialah mengklasifikasikan kelelahan berdasarkan tahapan mengemudi yaitu tahap sebelum mengemudi, ketika mengemudi, dan setelah mengemudi, serta faktor-faktor yang berkontribusi menimbulkan kelelahan pada pengemudi, yang terdiri atas faktor medis, psikologis, dan sosiodomestik.

a. Tahap sebelum mengemudi
  • Faktor medis, terdiri atas kondisi kesehatan, penglihatan, dan pendengaran yang kurang baik, riwayat penyakit (misalnya diabetes dan epilepsi), kerusakan pada sistem saraf, serta mengkonsumsi beberapa obat terlarang, alkohol, dan sedang dalam pengobatan.
  • Faktor psikologis,terdiri atas kekurangan tidur, usia(pengemudi yang berusia lebih dari 45 tahun rentan terhadap kelelahan), kurangnya pengalaman, kegelisahan, dan kurangnya pelatihan mengemudi.
  • Faktor sosiodomestik, terdiri atas adanya masalah dalam keluarga dan kehidupan sosial serta kekhawatiran terhadap kondisi finansial.

b. Tahap ketika mengemudi
  • Faktor medis, terdiri atas kondisi kesehatan yang kurang baik, kadar gula darah yang menurun, peningkatan tekanan pembuluh darah karena kontraksi otot statis yang terlalu lama akibat durasi mengemudi yang panjang.
  • Faktor psikologis, terdiri atas stress, kebosanan, mengantuk, agresif ketika mengemudi, kurangnya waktu istirahat, kurangnya nutrisi, konsumsi alkohol ketika dalam perjalanan, dan ketakutan akan bahaya ketika sedang mengemudi
  • Faktor sosiodomestik, terdiri atas kondisi kendaraan, hembusan angin yang berasal dari jendela yang terbuka, tingkat kebisingan yang tinggi, temperature kendaraan yang terlalu tinggi, asap pembuangan kendaraan dan gas-gas yang keluar terutama gas karbon monoksida.

c. Tahap setelah mengemudi
  • Faktor medis, terdiri ats riwayat penyakit yang timbul akibat dari kecelakaan lalu lintas.
  • Faktor psikologis, terdiri atas tugas-tugas ekstra, seperti bongkar muat barang yang akan menambah waktu kerja sehingga waktu istirahat berkurang
  • Faktor sosiodomestik, terdiri atas kurangnya waktu pemulihan untuk istirahat, melakukan rekreasi, meluangkan waktu untuk keluarga, kurangnya waktu untuk libur, konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, serta masih dalam pengobatan.

3. Teknik Relaksasi Progresif


Relaksasi progresif merupakan kombinasi latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot (Potter & Perry, 2006).Manfaat relaksasi adalah meningkatkan kesehatan secara umum dengan mempelancar proses metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran darah,mengatasi keluhan kecemasan, insomnia, kelelahan, kram otot, serta tekanan darah tinggi dan mengatasi berbagai macam problem penyakit (Davis, 1987).

Jenis relaksasi yang digunakan untuk mengatasi kelelahan fisik adalah relaksasi otot.Salah satu relaksasi otot pada prinsipnya adalah merelaksasikan 4 kelompok otot besar secara bertahap, yaitu 1) kelompok otot tangan, lengan bawah, biseps, 2) kelompok otot kepala, muka, tenggorokan dan bahu, 3) kelompok otot dada, lambung, otot punggung bawah, 4) kelompok otot paha, pantat, betis dan kaki (Duma, 2011). Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan cara melemaskan badan (Berntein dan Borkovec, 1973; Golfried dan Davison,1976; Walker etal., 1991, dalam Nursalim 2005).

Berdasarkan pengamatan Burnstein &Borkovic (dalam Nelson, 1982), bahwa latihan relaksasi dengan memusatkan pada sekelompok otot terdiri atas 5 unsur.
  1. Focus(Pemusatan perhatian), yang berarti memusatkan perhatian pada sekelompok otot.
  2. Tense (tegang), yaitu merasakan ketegangan pada sekelompok otot.
  3. Hold (tahan), yaitu mempertahankan ketegangan antara 5 sampai 7 detik.
  4. Release (Lepas), yaitu melepaskan tegangan pada sekelompok otot. 
  5. Relax (Rileks), yaitu memusatkan perhatian pada pelepasan ketegangan dan lebih lanjut merasakan keadaan rileks pada sekelompok otot.

Dalam latihan relaksasi otot individu diminta menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan kemudian diminta untuk mengendurkannya.Sebelum dikendorkan penting dirasakan ketegangan tersebut sehingga individu dapat membedakan antara otot tegang dengan otot yang lemas. Relaksasi otot dibagi menjadi tiga, yaitu (Miltenberger, 2004):

a. Relaksasi via Tension-Relaxation
Dalam metode ini individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot, kemudian diminta merasakan dan menikmati perbedaan antara otot tegang dengan otot lemas. Di sini individu diberitahu bahwa fase menegangkan akan membantu dia lebih menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan dan sensasi-sensasi tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan. Individu dilatih untuk melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat seolah-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga individu akan merasa rileks.

b. Relaxation via Letting Go
Metode ini bertujuan untuk memperdalam relaksasi.Setelah individu berlatih relaksasi pada semua kelompok otot tubuhnya, maka langkah selanjutnya adalah latihan relaksasi via letting go.Pada fase ini individu dilatih untuk lebih menyadari dan merasakan rileksasi.Individu dilatih untuk menyadari ketegangannya dan berusaha sedapat mungkin untuk mengurangi serta menghilangkan ketegangan tersebut. Dengan demikian individu akan lebih peka terhadap ketegangan dan lebih ahli dalam mengurangi ketegangan.

c. Differential Relaxation
Differential relaxation merupakan salah satu penerapan keterampilan progresif.Pada waktu individu melakukan sesuatu bermacam-macam kelompok otot menjadi tegang.Otot yang diperlukan untuk melakukan aktifitas tertentu sering lebih tegang daripada yang seharusnya (ketegangan yang berlebih) dan otot lain yang tidak diperlukan untuk melakukan aktifitas juga menjadi tegang selama aktifitas berlangsung. Oleh karena itu untuk merilekskan otot yang terlampau tegang dan otot yang tidak perlu tegang, pada waktu individu melakukan aktivitas tersebut dapat digunakan relaksasi ini.

Senam pengemudi sebagai jenis relaksasi otot, sudah pernah diterapkan di Indonesia, yaitu di Serang, Banten, tepatnya di Gerbang Tol Serang Timur dan di Perempatan Jalan Protocol Seputar Serang.Senam ini diselenggarakan oleh Polres Serang, di karenakan 70% kecelakaan yang terjadi di Serang disebabkan oleh kelelahan pengemudi.Kasat Lantas Polres Serang AKP Iin Maryudi menyatakan, "Kelengahan pengemudi itu disebabkan oleh banyak faktor di antaranya keletihan atau mengantuk," katanya. “Untuk meminimalisir kejadian tersebut, lanjut Iin, Direktorat Lalu Lintas Polri kemudian menciptakan gerakan senam sambil istirahat yang bisa dipraktekkan pengemudi yang menempuh perjalanan jauh atau merasa keletihan saat berkendara” Menurut Kasatlantas, bila pengemudi mempraktekkan senam ini, ia menjamin bisa menghilangkan rasa jenuh saat mengemudi sekaligus menekan rasa letih sehingga saat mengemudi kembali di jalan, pengemudi bisa lebih segar dan yang paling penting lebih waspada (http://www.antaranews.com/berita/1255892385/polres-serang-bagikan-brosur-senam-untuk-pengemudi).

4. Hasil Penelitian

Salah satu hasil penelitianVente,Olff,Amsterdam, Kamphuis, & Emmelkamp (2003) yang meneliti perbedaan fisiologis pada pasien yang mengalami kelelahan (burnout) dan yang sehatadalah pasien yang mengalami kelelahan menunjukkan resting heart rate yang lebih tinggi dibandingkan orang sehat.

Di sisi lain, hasil penelitian Albiol, Serrano, & Salvador (2010) menunjukkan bahwa kelelahan berhubungan dengan suasana hati yang buruk, stres yang tinggi sepanjang hari kerja, tekanan darah tinggi, dan berhubungan dengan denyut jantung yang rendah pada pertengahan hari kerja.

Kodrat (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan kelelahan yang tampak dari keadaan fisiologis. Pekerja yangshift malam memiliki tingkat kelelahan, tekanan darah sistol dan diastol, denyut nadi, stres fisik serta stres mental yang lebih tinggi dibanding pekerja pada shift pagi. Produktivitas pekerja yang shift pagi lebih tinggi dari pada shift malam, hal ini disebabkan circadian ritme meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari.

Dreyer, Dreyer, & Rankin (t.t) berhasil mengungkap bahwa intensitas olahraga (kombinasi latihan aerobik dan latihan beban) di antaranya dapat memperbaiki keadaan fisiologis staf pengajar yang mengalami kelelahan.Perbaikan keadaan fisiologis ini ditunjukkan dengan angka resting heart rate yang lebih rendah, tekanan darah yang lebih normal dari sebelum olahraga, dll.

Teknik relaksasi semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan (Jacobson & Wolpe dalam Utami, 2001), membantu orang yang mengalami insomnia (Friedman et.al. 1991), dan asma (Huntley, et.al., 2002). Di Indonesia, penelitian tentang relaksasi ini juga sudah cukup banyak dilakukan. Utami (1991) mengukur efektivitas latihan relaksasi dan terapi kognitif untuk mengurangi kecemasan berbicara di muka umum, selanjutnya relaksasi juga efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan (Karyono, 1994).

E. METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunkana metode action research. Metode action research sendiri merupakan metode penelitian yang sangat melibatkan subyek dalam pelaksanaan proses penelitian, adapun tujuan penelitian di antaranya agar terdapat suatu manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh subjek penelitian, selain itu action research juga diharapkan dapat meningkatkan suatu kualitas kehidupan masyarakat (Prawitasari, 2011). Adapun penerapan action research yang diterapkan dalam penelitian ini berupa pelatihan senam pengemudi sebagai teknik relaksasi progresif untuk mengurangi kelelahan kerja.

2. Partisipan & Lokasi Penelitian

Program senam pengemudi untuk mengurangi kelelahan pada supir bus ini akan dilakukan pada sejumlah supir Bus Ekonomi AKAP PO AA di Terminal Giwangan Yogyakarta.

Pelatihan senam pengemudi khusus untuk para supir bus AA dilaksanakan di Terminal Giwangan, Yogyakarta. Peneliti memilih pelatihan di terminal tersebut karena hanya Terminal Giwangan yang merupakan tempat transit dari para supir bus ini, dikarenakan PO AA tidak memiliki kantor di Yogyakarta. Kantor pusat PO AA ada di Probolinggo, sementara agen PO AA berdomisili hanya di Jember dan Jakarta kawasan Rawamangun. Selain PO AA, PO Sumber Kencono, PO Mira, dan PO Mandala juga transit di Terminal Giwangan, namun peneliti memfokuskan kepada PO AA dikarenakan PO AA memiliki total kecelakaan bus AKAP tertinggi menurut DLLAJ, dan sudah menelan korban jiwa nomor dua terbanyak setelah PO Sumber Kencono. Pelatihan dikhususkan untuk PO AA dibandingkan PO Sumber Kencono yang sama-sama memiliki jumlah terbanyak kasus kecelakaan maupun korban jiwa, dikarenakan jarak tempuh PO AA dua kali lipat dibandingkan jarak tempuh PO Sumber Kencono. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan sosialisasi senam pengemudi akan lebih dibutuhkan oleh supir bus Ekonomi AKAP PO AA.

3. Pihak yang Terlibat

Adapun pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  • Peneliti yang bertugas merancang penelitian Action Research
  • Supir Bus Ekonomi AKAP PO AA
  • Instruktur senam yang bersertifikat di bidangnya
  • Dokter dan petugas kesehatan

4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber-sumber data dalam penelitian ini, yaitu:
  • Data primer, yaitu data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil pra (baseline) -pasca: wawancara dan observasi, Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), tensi meter Tensoval Comfort, Reaction Timer L77 Lakassidayadan denyut jantung. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) merupakan kuesioner yang disusun oleh Setyawati (1994, dalam Indah, 2011) berdasarkan tiga aspek, yaitu, aspek pelemahan aktivitas, aspek pelemahan motivasi kerja, dan aspek gejala fisik (Lih. lampiran).Reaction Timer L77 Lakassidaya digunakan untuk mengukur secara langsung kelelahan umum dari tenaga kerja dengan indikator waktu rangsang cahaya dan suara (dalam Indah, 2011).
  • Data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan pihak lain, bukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari dokumen perusahaan, buku, makalah, jurnal dan berbagai pustaka lain terkait dengan permasalahan penelitian.

5. Teknik analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah peneliti membandingkan skor yang dipeoleh dari Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), tensi meter Tensoval Comfort (normal 120/80), Reaction Timer L77 Lakassidayadan frekuensi denyut jantung (normal 60/menit) sebelum dan sesudah senam.

Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan KAUPK2, hasil ukur berupa skor 1-4, dimana jumlah skor untuk seluruh pertanyaan dijumlahkan, untuk menentukan tingkat perasaan kelelahan kerja. Interpretasi skor KAUPK2 menggunakan skala interval, dan untuk kepentingan analisis deskriptif, dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu normal (1-17); kelelahan ringan (18-34); kelelahan sedang (35-51); kelelahan berat (52-68).

Reaction Timer L77 Lakassidayamengukur waktu reaksi yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut. Dalam penelitian ini diukur dengan alat Reaction TimerL77 dengan satuan milidetik, skala yang digunakan adalah interval. Untuk kepentingan analisis deskriptif, akan dikategorikan menjadi 4 (Duma, 2011), yaitu normal (≤ 240 milidetik), kelelahan ringan (> 240-410 milidetik), kelelahan sedang (>410-580 milidetik), dan kelelahan berat (> 580 milidetik).

F. PROGRAM INTERVENSI

Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan senam mengemudi yang didasarkan pada konsep relaksasi progresif.Program mencakup pembentukan dan pemeliharaan perilaku ini diawali dengan psikoedukasi mengenai kelelahan kerja dan akibatnya, kemudian diikuti dengan instruksi dan praktek teknik senam mengemudi. Program yang akan dilaksanakan ini mencakup tahap-tahap identifikasi masalah dan diagnosa kebutuhan, perencanaan intervensi, dan pelaksanaan. Adapun perencanaan hingga pelaksanaan agenda kegiatan yang dilakukan peneliti disajikan sebagai berikut.

Setelah selesai melaksanakan perencanaan, maka tahap berikutnya yang dilakukan peneliti yaitu tahap pelaksanaan intervensi.Peneliti memilih senam pengemudi sebagai program intervensi untuk mengatasi kelelahan karena senam ini ringan, praktis (bisa dilakukan di mana saja, dan tidak menyita waktu), ekonomis atau hemat biaya.

Adapun penerapan elemen-elemen tersebut secara sistematis senam pengemudi yang dijelaskan Ford Motor Indonesia untuk menjaga kondisi kebugaran saat mengemudi sebagai berikut (http://otomotif.kompas.com/read/2012/04/17/1779/Senam.Anti.Stres.Buat.Pengemudi).

Selanjutnya, program pemeliharaan perilaku dengan teknik relaksasi senam mengemudi.Program pemeliharaan perilaku berasal dari konsep response maintenance dan transfer training (Kazdin, 2001).Kedua konsep ini dapat dilakukan apabila perilaku yang diinginkan sudah terbentuk atau sudah terjadi perubahan perilaku. Dalam intervensi ini, response maintenance berupa perpanjangan atau pemeliharaan perilaku teknik relaksasi senam untuk mengurangi kelelahan mengemudi, sedangkan transfer training berupa perpanjangan perubahan perilaku dengan melakukan teknik relaksasi senam untuk mengurangi kelelahan mengemudi dalam lingkungan yang baru, misalnya di terminal lain, saat bus berhenti sejenak dalam perjalanan, ataupun ada pendatang supir baru.

Program pembentukan dan pemeliharaan perilaku dengan teknik relaksasi senam yang direncanakan dalam intervensi ini mengadopsi sistem Multi Level Helping (MLH) dari Prawitasari (2006). Dalam pelaksanaannya, setiap instruktur senam(2 orang) akan melatih 10 relawan supir Akap Asri di Terminal Giwangan, tiap relawan supir akan melatih 10 supir di PO Akap Asri. Dengan demikian, relawan-relawan supir ini yang nantinya akan menjadi instruktur bagi rekan sejawatnya.

G. PENUTUP

Penerapan teknik relaksasi senam ini memiliki beberapa kelebihan karena ringan, praktis (bisa dilakukan di mana saja, dan tidak menyita waktu), ekonomis atau hemat biaya.Hal ini membawa manfaat lanjutan bagi supir itu sendiri, apabila nanti sudah dilatih teknik relaksasi senam maka diharapkan mereka mampu menjadi instruktur bagi diri sendiri dan bagi supir-supir lain (baru) untuk mengatasi kelelahan mengemudi dalam berbagai situasi di lingkungan kerja.Walaupun demikian, pengemudi yang telah terlatih melakukan senam, perlu juga memperhatikan keadaan fisik bus sebelum melakukan perjalanan.

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan fokus dan ruang lingkup penelitian dapat diperluas ke semua supir AKAP dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari petugas terminal, karyawan PO, polisi atau bahkan departemen perhubungan.


Posting Komentar untuk "Metode Intervensi Sosial Dalam Konteks Organisasi"