Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dialog Praktek Intervensi Sosial Dalam Psikologi

Dialog Praktek Intervensi Sosial Dalam Psikologi - Sehat lahir dan batin adalah harapan setiap individu. Sehat secara lahir dapat diperleh dengan mengelola tubuh secara tepat, seperti makan teratur, istirahat cukup, serta rutin berolah raga. Bagaimana dengan sehat secara batin atau mental yang sehat?

Salah satu tanda mental yang sehat adalah kemauan untuk berdialog. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa dialog yang terhambat dapat berkembang menjadi psikopatologi atau penyakit mental. Kurang lancarnya proses dialog dalam keluarga telah berdampak pada pertumbuhan anak dalam keluarga termasuk berkontribusi pada munculnya gangguan kesehatan. Berlangsungnya dialog yang adaptif dalam keluarga merupakan salah satu metode dalam proses pemecahan masalah dalam keluarga (Lobo & Black,2008; Christensen, 2001; Hermens dan Lyscker, 2010, dalam Prawitasari, 2012)

Proses dialog ternyata mampu mendukung kondisi sehat mental individu, kelompok maupun komunitas. Proses dialog dapat menyumbang manfaat positif bagi pelaku individu dan kelompok, yakni meningkatkan kesehatan mental maupun sebagai cara pencegahan konflik akibat salah interpretasi ketika berinteraksi dengan pihak lain. Dialog menjembatani individu untuk mampu memahami dirinya, memahami konteks pembicaraan, memahami kondisi diluar diri, serta memahami situasi maupun lingkungan (Dimaggio, Hermas, Lyscker, 2010; Burkitt,2010; dalam Prawitasari (2012).

Pada artikel ini akan dijelaskan dialog pada latar individu, kelompok dan komunitas sebagai jembatan menuju sehat mental.

Dialog Praktek Intervensi Sosial Dalam Psikologi_
image source: www.hhsg.org
baca juga: Bentuk Intervensi Kelompok dan Komunitas Dalam Psikologi

Dialog Intrapersonal

Dialog dapat menjadi sarana menentukan pilihan hidup bagi seorang individu. Dialog intrapersonal yang lancar dan adaptif dapat membantu diri menghadapi konflik internal dalam dirinya.

Contoh penggunaan dialog intrapersonal:

Penelitian dilakukan oleh Prawitasari. Para remaja kelas tiga SMA sedang dihadapkan pada situasi rumit yang bersumber dari persiapan menghadapi ujian akhir maupun pengambilan keputusan studi lanjutan yang harus diambil. Para remaja tersebut mengalami ketegangan karena beberapa hal. Pertama ketegangan menghaapi kelulusan dan kedua ketegangan bersumber pada kebimbangan dalam memutuskan bidang perkuliahan. Sumber kebimbangan dalam hal pemilihan jurusan ini antara lain adalah konflik antara pilihan mereka dengan orang tua, keinginan pada beberapa bidang dan sampai detik tersebut belum mampu memutuskan, kekhawatiran karena justifikasi sosial berupa penilaian baik buruk terhadap bidang jurusan, maupun idealisme mereka yang menjadi dasar untuk memilih suatu bidang.

Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pendampingan terhadap siswa SMA selama tiga hari. Program pendampingan terebut mengadopsi beberapa elemen proses terapi kelompok, akan tetapi tidak bisa benar-benar dikatakan sebagai terapi kelompok, karena :
  1. Para siswa tersebut dalam kondisi normal, tidak sedang terganggu ataupun menimbulkan gangguan bagi orang lain, sehingga tidak membutuhkan terapi. 
  2. Jumlah mereka pun jauh melebihi jumlah maksimal peserta terapi kelompok, yaitu lebih dari 12 peserta. 

Proses dialog, baik dialog intrapersonal maupun intrapersonal menjadi dasar aktifitas program tersebut. Dialog intrapersonal dilakukan pada awal proses dengan maksud menjembatani peserta agar mampu menyadari dan mengurai kebimbangan, kecemasan, dan ketegangan yang dialami oleh para peserta. Setelah dialog intrapersonal dilakukan dan para peserta lebih mampu memahami dirinya, dilanjutkan dengan proses dialog interpersonal bersama para peserta lain. Dialog interpersonal tersebut bertujuan untuk saling mendapatkan jawaban atas pertanyaan masing-masing pribadi.

Dialog intrapersonal dilakukan dengan cara membuat agenda pribadi yang ingin dicapai. Tujuan proses penyusunan dan pengisian agenda personal adalah agar para siswa terarahkan untuk melakukan dialog intrapersonal setiap hari. Ada dua macam agenda yang disusun, yaitu ;
  1. Agenda besar berupa capaian yang ingin diperoleh setelah berkegiatan tiga hari. 
  2. Agenda harian yang dibuat setiap pagi untuk dilakukan sebagai aktivitas pribadi pada hari tersebut. Agenda yang dibuat bersifat konkret dan terkait dengan persoalan yang sedang menghambat diri mereka seputar pilihan jurusan termasuk yang berkaitan hadirnya konflik dengan orang tua, kecemasan menghadapi kelulusan. 

Membuat agenda pribadi merupakan latihan awal dan mendasar dalam kegiatan pendampingan. Dengan menyusun dan mengisi agenda selama kegiatan, para peserta dilatih untuk tidak hanya “memikirkan” tetapi “melakukan” apa yang dipikirkan. Berpikir dan melakukan pikiran melibatkan proses dialog dalam diri.

Dialog Antarpersonal

Proses dialog yang terjadi antara satu individu dengan individu lain dapat menghasilkan manfaat penguatan atau dukungan emosional, seperti pada proses kelompok pendukung atau dalam dunia psikologi dikenal sebagai support group.

Contoh dialog antarpersonal:

Penelitian dilakukan oleh Prawitasari, pelatihan para kader masyarakat untuk menjadi pendamping masyarakat yang lebih luas. Metode yang digunakan adalah curah pikiran dan perasaan dalam kegiatan kelompok untuk memberikan dukungan psikososial kepada para ibu di masyarakat perkotaan yang rentan terhadap stres akibat tekanan hidup keseharian.

Dalam aktivitas berkelompok, peserta difasilitasi untuk mencurahkan perasaan dan pikiran yang selama ini terpendam atau terhambat untuk disampaikan. Para peserte diminta untuk saling bercerita tentang kegalauan, ganjalan perasaan, maupun beban pikiran masing-masing. Fasilitator terlebih dahulu menciptakan suasana saling percaya dan saling mendukung sehingga kelompok menjadi tempat yang nyaman untuk saling curah perasaan dan pikiran. Para peserta kegiatan didorong untuk memberikan umpan balik terhadap pernyataan para peserta yang lain. Di sinilah dialog terjadi, mereka didorong untuk berbicara. Selain itu para peserta didorong untuk menerima masukan orang lain serta menanggapi masukan tersebut dengan tepat. Bagi individu yang terbiasa memendam perasaan dan pikiran, memutuskan terlibat aktif berbicara merupakan pergumulan tersendiri dalam dirinya.

Fasilitator melatih peserta untuk berbicara, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan. Ketika ada sedikit saja informasi disampaikannya dan kemudian ditanggapi oleh peserta lain secara positif, hadirlah pengalaman positif. Peserta yang awalnya takut berbicara dan memilih tidak terlibat dalam dialog pun secara perlahan bersedia terlibat. Pengalaman dialog interpersonal yang positif (tidak dihakimi dan merasa diterima) setelah mengungkapkan satu dua pernyataan telah mendorong peserta mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Biasanya, keberanian dialog interpersonal muncul setelah dialog intrapersonal lancar.

Komponen berlangsungnya dialog antarpersonal:
  1. Hadir rasa aman dan nyaman 
  2. Hadir rasa percaya terhadap lawan bicara 
  3. Ada rasa dipahami 
  4. Pespons tepat: respons lawan bicara menjadi penguat bagi diri (baik respons berupa kritik, saran, maupun komentar umum) dan bukan menjadi respons “menghukum” 

Dialog Antarkelompok

Proses dialog antar kelompok ditujukan untuk mendukung kesehatan mental pada masyarakat. Dialog antarkelompok ini dapat dilakukan untuk memulihkan psikososial pasca bencana. Contoh penerapan dialog antarkelompok sudah dijelaskan pada awal-awal pertemuan, yaitu setelah terjadi bencana alam gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006. Bantuan berupa fisik maupun non fisik yang berdatangan, tidak hanya memberikan manfaat tetapi juga berpotensi menimbulkan permasalahan pada kehidupan masyarakat. Pembagian bantuan yang dirasa tidak adil menimbulkan berbagai prasangka pada masyarakat dan meretakkan keharmonisan ehidupan masyarakat. Sebelum dilakukan sosiodrama sebagai intervensi pascabencana, terlebih dahulu dilakukan dialog antar masyarakat dan peneliti. Dialog bertujuan untuk memfasilitasi warga agar dapat bercermin dan berefleksi diri sehingga kehidupan masyarakat secara psikososial dapat lebih sejahtera, termasuk munculnya resolusi konflik. Proses dialog antar masyarakat dalam pemulihan kondisi psikososial adalah:

1. Proses dialog terjadi saat mengajak masyarakat untuk beraktifitas refleksi dalam bentuk bermain peran. Proses ini sudah mulai menggugah koreksi diri pada masyarakat karena ketika meminta warga untuk terlibat bermain drama, yim peneliti telah mendampingin masyarakat untuk berdialog internal, bertanya kedalam diri sendiri “apakah aku mau?apakah aku merasa hal tersebut masalahku dan mengganggu kehidupanku bermasyarakat? Maupun pernyataan kedalam diri “apakah aku bersedia terlibat?”.

2. Dialog selanjutnya adalah pada saat penyusunan skenario. Warga membuat skenario berdasar tema. Fungsi tim peneliti paa proses ini adalah mendampingi agar masyarakat dapat mencapai suatu kesepahaman persepsi tentang isu yang diangkat, sehingga isu tersebut memang merupakan keprihatinan bersama, bukan hanya karena pikiran dan perasaan satu orang. Disini terjadi dialog intrapersonal sekaligus dialog intrapersonal.

3. Proses dialog ketiga terjadi ketika proses mendramakan dan mementaskan cerita yang sudah diskenariokan.

Komponen Dialog Untuk Sehat Mental

Isaacs dalam Prawitasari (2012) menjelaskan bahwa dialog merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh pemaknaan yang sama antar pihak yang terlibat, tidak sekedar mencapai kesepakatan atau jalan keluar. Dalam dialog, terjadi upaya saling memahami konteks pembicaraan. Sering kali proses dialog tidak mencapai suatu kesepakatan atau solusi secara langsung, tetapi melahirkan konteks yang lebih mendasar atas topik yang sedang dibicarakan. Dialog dipandang lebih bermanfaat karena dengan menjembatani cara pandang antar pihak yang berdialog, tidak hanya solusi atau kesepakatan yang diperoleh, tetapi muncul pemahaman baru terhadap masing-masing pihak tersebut sehingga terjadi perubahan ke arah yang lebih baik bagi semua yang terlibat. Isaac menyebut dialog sebagai proses berbicara dari dalam.

Isaacs dalam Prawitasari (2012) menyebutkan komponen yang mendukung tercapainya dialog untuk kesehatan mental, antara lain:

1. Mendengarkan
Dalam dunia psikologi istilah mendengarkan bukan hal yang asing lagi. Dalam beberapa bidang mata ajar seperti konseling, psikoterapi, mendengarkan merupakan proses penting dalam melakukan praktek psikologi. Dalam aktivitas psikologis, mendengarkan memiliki proses yang lebih mendalam, yakni tidak hanya sampai pada menerima pesan saja tetapi juga menangkap maksud dibalik pesan itu.

Mendengarkan adalah komponen awal yang perlu dilakukan untuk dapat memulai proses dialog yang menguatkan. Seringkali, kita mendengarkan kalimat dengan jelas tetapi tidak memahami makna pesan dari kalimat yang kita dengarkan. Hal ini bisa jadi karena, volume suara atau alat indra yang kurang jelas, penggunaan kata yang tidak tepat, maupun faktor psikologis penerima pesan sedang terganggu. Ada dua proses yang efektif meminimalkan hambatan faktor psikologis penerima pesan dalam dialog, yaitu:
  • Bersikap “di sini dan saat ini”. Istilah ini mengambil dari psikoterapi Gestalt yang menekankan pada proses kesadaran penuh ketika orang ingin melakukan proses koreksi. Ketika mendengarkan, kondisi kesadaran sangat dibutuhkan. Kesadaran terjadi ketika seseorang berada pada kondisi terintegrasi antara pikiran, perasaan, dan tubuhnya. Di sini dan saat ini berarti bahwa berdialog, individu yang bersangkutan sedang berada dalam situasi dan kondisi tersebut baik secara fisik maupun psikis, tidak memikirkan hal lain di luar fokus dialog. 
  • Fokus. Mendengarkan juga perlu bersikap fokus. Kata fokus ini juga mempermudah definisi mendengarkan seutuhnya. Fokus juga berarti mengarah pada satu hal. Bersikap fokus diperlukan dalam proses mendengarkan yang utuh karena sering kali pesan disampaikan dalam balutan kalimat panjang atau berbentuk cerita, baik diawal maupun diakhir inti pesan. Fungsi bersikap fokus dalam mendengarkan adalah dapat menyaring pesan utama yang ingin disampaikan. 

2. Mengkritisi Makna (interpretasi)
Mengkritisi makna pesan adalah proses yang terjadi setelah mampu menangkap maksud pesan yang diterima. Istilah mengkritisi interpretasi dipilih karena reaksi yang muncul setelah orang mendengarkan pesan yang berupa sikap mempertanyakan merupakan reaksi kritis ketika orang tersebut memahami makna pesan. Makna pesan bisa jadi merupakan interpretasi individu belum tentu kenyataannya atau faktualnya. Agar dialog dapat berlanjut, selanjutnya adalah mengkritisi interpretasi masing-masing individu. Ini merupakan proses internal dalam setiap individu, baik dalam dialog intrapersonal maupun interpersonal. Biasanya tanda-tanda kondisi ini adalah muncilnya kata-kata “benarkah” atau “apa betul” ketika selesai menerima makna pesan.

3. Memeriksa Kembali Pemaknaan dan Pengoreksian
Mengkritisi interpretasi perlu dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan kembali atas interpretasi tersebut sehingga kesalahan interpretasi menjadi minimal. Selanjutnya, bila terdapat kesalahan dalam menangkap maksud individu, perlu segera dilakukan koreksi atas kesalahan interpretasi. Dalam proses dialog interpersonal, terutama proses melakukan pemeriksaan interpretasi, sering kali berpotensi terjadinya kebuntuan dialog, padahal seharusnya proses ini membantu meminimalisasi perbedaan maksud. Sering kali seseorang bertanya untuk memastikan atau memeriksa kembali, tetapi pihak yang dituju malah merasa terserang. Salah satu sumber ketegangan yang muncul dalam berdialog adalah tahap klarifikasi,

Salah satu cara untuk memeriksa interpretasi dengan tepat adalah dengan paraprashing atau mengulang pernyataan dengan kata-kata sendiri. Tujuannya adalah menyampaikan pemaknaan kita terhadap pemberi pesan berdasarkan data dan fakta yang bersumber dari penyampaian pesan. Cara melakukannya, adalah dengan memberikan data terlebih dahulu, baru diikuti dengan pemaknaan atau interpretasi pihak kedua. Yang dimaksud dengan data adalah kata-kata atau kalimat dari si penyampai pesan yang mendasari interpretasi kita. Pernyataan bisa dimulai dengan kalimat “tadi saya mengamati anda berkata......”. dengan menyampaikan bahwa kita mengamati dan menyempaikan terlebih dahulu kata yang telah disampaikan serta menekankan interpretasi kita maka kesalahan maksud kita sebagai penerima pesan akan terminimalisasi. Ketika interpretasi kita salah, kita dapat kroscek menanyakan maksud si penyampai pesan.

4. Melangkah konkret: menyuarakan isi pikiran dan perasaan
Ketika sudah melakukan pemeriksaan atas pemaknaan terhadap penyampai pesan, langkah dalam berdialog selanjutnya adalah berbicara, menyampaikan gagasan kita kepada si penerima pesan. Penerima pesan berganti posisi sebagai pemberi pesan. Pean yang disampaikan ini merupakan respon atas pesan yang telah ditangkap sebelumnya. Inilah yang dimaksud melangkah konkret. Sering kali, ketika kita terlibat dalam dialog, kita tidak berani menyuarakan pikiran atau perasaan kita. Tidak disampaikannya pikiran atau gagasan kita menjadi sumber kebuntuan dalam dialog.

Untuk membantu melatih menyuarakan pikiran, dapat dilakukan dengan cara roleplay. Roleplay dapat berarti bermain peran atau juga berlatih bicara. Roleplay ini sangat bermanfaat untuk mereka yang selama ini tidak memiliki keyakinan menyuarakan pikiran atau perasaannya. Dalam terapi, terapis seringkali menggunakan teknik ini untuk membantu klien agar mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada pihak yang berhubungan dengan kondisi atau permasalahannya. Kepada pihak yang berhubungan dengan permasalahannya. Seperti ketika masalah yang dialami bersumber dari tekanan istri tetapi suami tidak berani mengungkapkan pikiran atau perasaannya, atau ada hambatan dalam merangkai kata. Dalam proses dialog, ketika seorang individu memiliki hambatan dalam hubungan interpersonal seperti sering kaku ketika berbicara dengan orang lain, maka langkah yang dapat dilakukan adalah berlatih kalimat-kalimat yang ingin disampaikan.

5. Menangkap Respon
Menangkap respon berarti bersikap terbuka terhadap reaksi atas aksi kita menyampaikan gagasan dan perasaan. Sebetulnya, menangkap respons berarti pula mendengarkan. Artinya, proses akan berulang kembali pada tahap pertama, dimulai lagi dari proses mendengarkan atas respons.


Posting Komentar untuk "Dialog Praktek Intervensi Sosial Dalam Psikologi"